BACA JUGA:Era Baru Piala AFF Putri, Kini Berganti Nama Menjadi ASEAN MSIG Serenity Cup
BACA JUGA:Timnas Indonesia Pecahkan Rekor, Jadi Tim ASEAN Tersukses di Kualifikasi Piala Dunia!
Negara seperti Vietnam dan Malaysia, yang ekonominya sangat bergantung pada ekspor ke pasar AS, terpaksa merespons secara unilateral dengan mempercepat negosiasi perjanjian perdagangan bebas bilateral dengan negara-negara di luar ASEAN.
Sebagai contoh, Vietnam mempererat hubungan perdagangan dengan India dan Timur Tengah sebagai bentuk diversifikasi.
Langkah-langkah semacam itu, meskipun rasional dari perspektif kepentingan nasional, justru memperlihatkan lemahnya koordinasi regional dalam menghadapi tekanan global.
BACA JUGA:Harga Beras RI Termahal se-ASEAN, Pendapatan Petani Justru Rendah
BACA JUGA:Wabah DBD di Indonesia Capai Angka Kematian Tertinggi se-ASEAN
Dalam sistem pengambilan keputusan berbasis konsensus, setiap langkah unilateral mempersempit ruang untuk menyusun respons kolektif. Seperti dijelaskan Wang Gungwu,
”Consensus in ASEAN is not always a strength. It is often a brake.”
ASEAN tidak memiliki badan supranasional seperti Komisi Eropa yang dapat memaksakan kebijakan kolektif. Hasilnya, fragmentasi dan ketimpangan respons menjadi kian mencolok.
KEBANGKITAN PROTEKSIONISME DAN ANCAMAN DISINTEGRASI REGIONAL
Dalam perspektif hubungan internasional, kebangkitan proteksionisme seperti yang diusung Trump serta semangat isolasionis dalam Brexit mencerminkan pergeseran besar dari era globalisasi menuju politik domestik yang lebih inward-looking.
Di kawasan Asia Tenggara, tren itu menciptakan kondisi negara-negara anggota ASEAN merasa terdorong untuk mengutamakan keamanan ekonomi dan politik dalam negeri mereka tanpa merasa terikat solidaritas regional.
ASEAN yang tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat atau lembaga penegak kebijakan regional menjadi rentan terhadap gerakan-gerakan unilateral itu. Wang Gungwu menambahkan secara eksplisit,
”There is no natural center in Southeast Asia.”
Pernyataan itu menyiratkan bahwa tidak ada kekuatan dominan atau institusi kolektif yang cukup kuat untuk mempersatukan kawasan di tengah tekanan eksternal yang intensif.