HARIAN DISWAY - Jaksa Agung melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) kembali menyetujui permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme Restorative Justice (keadilan restoratif) pada Rabu, 30 April 2025.
10 perkara yang diajukan melalui mekanisme Restorative Justice yaitu Tersangka Jhony Wijaya Sumbayak alias Jhony dari Kejaksaan Negeri Tebing Tinggi disangka melanggar Pasal 44 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
Tersangka Nur Imam Subiyantoro bin Muriyono dari Kejaksaan Negeri Sambas disangka melanggar Pasal 44 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
Tersangka Toni Alias Oton anak dari Ajodin (Alm) dari Kejaksaan Negeri Mempawah disangka melanggar Pasal 44 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah tangga (KDRT).
BACA JUGA:Kronologi Kasus Penadahan yang Diselesaikan Melalui Mekanisme Restorative Justice
BACA JUGA:Jampidum Penyelesaian enam Perkara Melalui Restorative Justice
Tersangka Muhammad Rizqi Aryadinata alias Rizqi Ak Absul Razak dari Kejaksaan Negeri Sumbawa disangka melanggar Pasal 44 ayat (4) jo. Pasal 5 huruf a Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
Tersangka Hazrul Falah alias Azrul, Tersangka Deny Ihwan Al Iksana ls Denis, Tersangka Muhamad Alfarid, Tersangka Mavi Adiek Garlosa, Tersangka Rifqi Rahman als Rifqi dan Tersangka Kharisman Samsul als Samsul dari Kejaksaan Negeri Mataram disangka melanggar Pasal 170 Ayat (1) KUHP tentang Pengeroyokan.
Tersangka Fander Sasue dari Kejaksaan Negeri Kepulauan Talaud disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan, Tersangka Muhammad Tayib dari Kejaksaan Negeri Buleleng disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Tersangka Erwin Johannes Simanungkalit dari Kejaksaan Negeri Natuna disangka melanggar Pertama Pasal 378 KUHP tentang Penipuan atau Kedua Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
Tersangka Joni Kantor als Pak Acok bin Ali Alaito dan Tersangka Cecep Supriyoto dari Kejaksaan Negeri Bintan disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan, Tersangka Cecep Supriyoto dan Tersangka Joni Kanto als Pak Acok bin Ali Alaito dari Kejaksaan Negeri Bintan, yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.
Mengetahui posisi kasus tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri bersama Kasipidum serta Jaksa Fasilitator menginisiasikan penyelesaian perkara melalui mekanisme restorative justice.
Usai tercapainya kesepakatan perdamaian antara korban dan pelaku, Kepala Kejaksaan Tinggi mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kepada Jampidum. Melalui ekspose restorative justice, Jampidum menyetujui permohonan tersebut pada Rabu, 30 April 2025.
“Para Kepala Kejaksaan Negeri dimohon untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” jelas Jampidum. (*)
*) Mahasiswa Magang UIN Sunan Ampel Surabaya