Jampidum Penyelesaian enam Perkara Melalui Restorative Justice

Jampidum Penyelesaian enam Perkara Melalui Restorative Justice

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum)-Kejagung RI-

HARIAN DISWAY - Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) kembali menyetujui enam permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme Restorative Justice (keadilan restoratif). Prof. Dr. Asep Nana Mulyana memimpin ekspose virtual pada Selasa, 29 April 2025.

Enam perkara yang mengajukan permohonan penyelesaian melalui mekanisme Restorative Justice yaitu Tersangka Agung Handoko bin Wakino (Alm) dari Kejaksaan Negeri Ogan Komering Ilir melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan, Tersangka Wayan Johan anak dari Nyoman Cig dari Kejaksaan Negeri Ogan Komering Ilir melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

Tersangka Sulaiman alias Entus dari Kejaksaan Negeri Ogan Komering Ilir melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan, Tersangka Maha Tarip alias Ujang Gepek bin Tumpang dari Kejaksaan Negeri Banyuasin melanggar Pasal 363 ayat (1) ke-3 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan.

BACA JUGA:Jampidum Menyetujui 8 Restorative Justice

Tersangka Andi Dayumurti bin Sarwindi dari Kejaksaan Negeri Kulonprogo melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian, Tersangka Atib alias Beler bin Isim (Alm) dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Tangerang melanggar Pasal 378 KUHP tentang Penipuan atau Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.

Restorative Justice atau yang disebut keadilan restoratif adalah proses perdamaian dalam penyelesaian perkara antara korban dan pelaku.

"Usai tercapainya kesepakatan perdamaian, Kepala Kejaksaan Negeri akan mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kepada Kepala Kejaksaan Tinggi," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Harli Siregar dalam rilisannya.

Setelah mempelajari berkas perkara, Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) mengajukan permohonan kepada Jampidum.

BACA JUGA:Jampidum Setujui Satu Perkara Melalui Mekanisme Restorative Justice

Jampidum menyetujui permohonan dalam ekspose restorative justice dengan beberapa alasan yaitu proses perdamaian dimana tersabgka telah meminta maaf dan korban memberikan permohonan maaf, tersangka belum pernah dihukum, tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana, ancaman pidana tidak lebih dari lima tahun, tersangka berjanji tidak mengulangi perbuatannya, proses perdamaian dilakukan dengan musyawarah, tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan, pertimbangan sosiologis, serta masyarakat merespon positif. (*)

*) Mahasiswa Magang Jurusan Sastra Indonesia Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: