Defisit yang nyaris menyentuh USD 1 triliun itu menjadi rekor baru dan memukul sektor ekonomi AS. Paparan kinerja transaksi dagang itu membuktikan bahwa AS masih kesulitan untuk melepaskan diri dari ketergantungan produk dan jasa made in China.
Sebaliknya, AS meraih kinerja surplus perdagangan dengan beberapa negara di Amerika Selatan, Belanda, Inggris, Australia, Hongkong, Belgia, Brasil, dan Singapura.
Tampilnya kembali Donald Trump ke Gedung Putih akan mengubah peta hubungan dagang dengan Tiongkok maupun negara-negara satelitnya.
BACA JUGA:Setelah BRICS, Prabowo sebut Indonesia Akan Bergabung dengan OECD, CPTPP, hingga Indo-Pacific Forum
BACA JUGA:Trump 2.0 dan Hubungan Indonesia-AS Pasca Keanggotaan BRICS
Bahkan, Trump bertekad meninjau kembali sejumlah kontrak transaksi perdagangan dengan Tiongkok serta negara-negara lainnya yang mengakibatkan neraca dagang AS selalu kedodoran.
Trump bertekad mengembalikan kejayaan ekonomi AS melalui slogan yang populer dengan Make America Wealthy Again.
Seusai meneken executive order, Trump berpidato di depan para awak media bahwa gebrakan yang telah dirilis merupakan tonggak sejarah sebagai ”Hari Pembebasan AS” dan mengirim isyarat kepada lawan dagang bahwa Washington ingin mengembalikan surplus neraca dagangnya yang telah lama ”hilang”.
BACA JUGA:Ini Keuntungan Ekonomi dan Geopolitik Bagi Indonesia setelah Gabung BRICS
BACA JUGA:Indonesia Resmi Jadi Anggota BRICS, Apa Keuntungannya?
PERGESERAN KUTUB EKONOMI
Istilah global south (GS) kali pertama diperkenalkan aktivis politik bernama Carl Oglesby pada 1969 dan mulai makin banyak digunakan pasca bubarnya negara Uni Soviet pada 1991.
Penggunaan istilah itu mengacu pada negara-negara yang sering dianggap sebagai negara berkembang atau yang terbelakang karena pernah menjadi bagian dari kolonisasi negara maju (global north/GN).
Mayoritas negara-negara global south itu berada di belahan bumi selatan Afrika, Asia, dan Amerika Latin serta memiliki tantangan ekonomi serupa. Yakni, sama-sama berjuang menuju negara yang makmur.
Penguatan artikulasi GS digunakan untuk menggantikan istilah ”dunia ketiga” yang digunakan selama Perang Dingin untuk menunjukkan negara-negara yang tidak memihak blok Barat maupun blok Timur.
GS meliputi negara-negara yang cenderung mengalami keterbelakangan ekonomi, mempunyai tingkat ketimpangan pendapatan yang lebih tinggi, dan kondisi kehidupan yang lebih keras jika dibandingkan dengan negara-negara di belahan GN (negara maju).