Cerita Diaspora dari Mohammad Rozi: Kecut dan Gurih Merintis Jualan Tempe di Inggris

Senin 19-05-2025,07:27 WIB
Oleh: Mohammad Rozi

Menjadi diaspora di Birmingham, United Kingdom sejak 2011 saya hanya berpikir bagaimana saya bisa tetap makan tempe. Ternyata…

"Cak, bisa ya ngajari saya bikin tempe?" begitu permintaan saya pada Cak Parin. Penjual tempe keliling di kompleks perumahan saya. Lelaki asal Malang Jawa Timur ini pun menyanggupinya. 

Jadilah akhir minggu itu saya belajar membuat tempe. Mengikuti arahan Cak Parin, beberapa hari kemudian saya takjub. Kedelai yang saya proses, akhirnya jadi tempe beneran. Duuuh, senangnya. 

Ini modal, kata batin saya. Apa pasal?

Beberapa waktu sebelumnya, istri saya dapat kabar kepastian dari IRTI-IDB (Islamic Development Bank), proposal beasiswanya accepted. Cita-citanya studi ke luar negeri bakal kesampaian. 

Sesuai perjanjian, saya harus ikut. Anak-anak juga tentunya. Memang, di awal-awal pernikahan, kami membuat perjanjian: siapa lebih dulu mendapat beasiswa ke luar negeri, yang lain ikut. 

Saya tidak menyangka jika ini benar-benar akan terjadi. Salah satu yang terpikir oleh saya adalah: bagaimana nanti saya bisa makan tempe. Maklum, sebagai penggemar tempe, terbayang oleh saya, apa jadinya jika tidak makan tempe di negeri orang sana. Inilah yang mendorong saya "kursus kilat" cara membuat tempe pada Cak Parin.

Anehnya, pada saat keberangkatan, 2011, kami malah lupa bawa bekal ragi tempe. Saya menyadarinya begitu mulai kangen tempe. Bagaimana tidak kangen. Sekian minggu tinggal di negeri orang. Lingkungan baru. Semua serba baru. 

Makanan yang ada di restoran terdekat, adanya cuma menu-menu yang serba asing di lidah. Biryani, Paella, ah entah apalagi. Nasi Basmati pun benar-benar terasa tawar di lidah. 

Praktis selama pekan-pekan awal, masalah makan jadi isu utama. Maka yang pertama kali dirindukan tak lain adalah tempe.

Sebelumnya saya sudah diberi tahu oleh teman, keluarga kami yang banyak bantu selama awal-awal di Birmingham. Di toko China ada tempe. Tapi frozen. 

Keluarga Indonesia terdekat kami, yang juga banyak memberikan bantuan, ternyata jualan tempe juga. Alhamdulillah, kerinduan terobati. Sayangnya, produksinya tidak terlalu sering. 

Terpikir oleh saya, bagaimana cara mendapatkan ragi tempe. Setelah mempelajari, ternyata ragi tempe bisa dibuat dari sisa-sisa tempe yang belum diolah.

Saya mencoba membuatnya. Hasil raginya kemudian saya pakai gunakan. Alhamdulillah, tempenya tidak jadi. Hehehe…

Belum sampai setahun di Birmingham (2012), kami berkesempatan pulang lebaran di Indonesia. Kesempatan ini tidak saya lewatkan untuk membawa ragi tempe dari Indonesia. Saya beli merk yang paling direkomendasikan "para ahli" tempe yang pernah saya tanya. 

Tags :
Kategori :

Terkait