Pengangguran Kian Meluas, Ekonomi Syariah Bisa Jadi Jalan Tengah

Selasa 10-06-2025,16:00 WIB
Reporter : Arin Setyowati *)
Editor : Heti Palestina Yunani

HARIAN DISWAY - Awal 2025, kabar dari dunia ketenagakerjaan di Indonesia kurang menggembirakan. Di tengah perlambatan ekonomi, jumlah pengangguran justru kembali naik. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa per Februari 2025 ada lebih dari 7,28 juta orang yang menganggur naik sekitar 83 ribu dibandingkan tahun sebelumnya.

Meskipun persentase Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) turun tipis dari 4,82 persen menjadi 4,76 persen, faktanya antrian pencari kerja makin panjang, terutama di kalangan muda dan terdidik. Hal yang paling mencemaskan adalah pengangguran usia muda (15–24 tahun) mencapai 16,16 persen, lebih dari tiga kali lipat rata-rata nasional.

Ironisnya, para lulusan perguruan tinggi yang semestinya jadi tumpuan pembangunan malah banyak yang menganggur. TPT untuk lulusan universitas naik menjadi 6,23 persen. Ribuan sarjana dan diploma setiap tahun lulus tanpa prospek kerja yang pasti. Lapangan kerja formal juga tidak tumbuh secepat pertumbuhan angkatan kerja, apalagi setelah gelombang PHK menghantam sektor manufaktur dan startup teknologi sejak 2024 hingga awal 2025.


Perbankan syariah menjadi salah satu solusi alternatif untuk dunia ketenagakerjaan.-Marketivate-

BACA JUGA: Perbankan Syariah Diprediksi Tumbuh pada 2025

Mengapa Ekonomi Syariah?

Dalam konteks inilah, ekonomi syariah seharusnya mendapat tempat sebagai alternatif. Mengingat bahwa ekonomi Syariah bukan sekadar sistem keuangan tanpa bunga. Ekonomi syariah sejatinya adalah sistem ekonomi yang menjunjung tinggi keadilan sosial, pemerataan kekayaan, dan keberlanjutan. Prinsip-prinsip ini sangat relevan ketika negara dihadapkan pada pengangguran yang kian meningkat dan struktural.

Menurut ekonom Islam terkemuka M. Umer Chapra, dalam sistem Islam, negara berkewajiban menjamin penghidupan layak bagi semua warganya. Artinya, pengangguran bukan semata-mata masalah individu, tapi masalah sistemik yang harus ditangani negara secara serius, dengan melibatkan semua sumber daya, termasuk potensi dana sosial Islam seperti zakat dan wakaf.

Tawaran Solusi Ekonomi Syariah untuk Masalah Pengangguran

Pertama, optimalisasi zakat produktif. Selama ini zakat masih lebih banyak disalurkan untuk kebutuhan konsumsi. Padahal, zakat bisa dialokasikan untuk pelatihan kerja, pemberian modal usaha, hingga beasiswa vokasi bagi kaum muda miskin. Yusuf al-Qardawi menyebut zakat sebagai “obat untuk penyakit sosial” seperti pengangguran dan kemiskinan.

BACA JUGA: Maybank Targetkan Pertumbuhan Bisnis Syariah di Atas 10 Persen

Jika dikelola profesional, zakat bisa menjelma jadi semacam stimulus sosial untuk memberdayakan kaum marjinal. Mengingat penghimpunan zakat nasional terus meningkat pesat, dari sekitar Rp12,7 triliun pada 2020 menjadi Rp22,5 triliun pada 2022. Hal tersebut menunjukkan potensi besar jika dana zakat diarahkan ke program produktif.

Selama 2020–2022, BAZNAS dan LAZ menyalurkan sebagian dana untuk zakat produktif, diantaranya modal usaha bagi UMKM miskin, meski porsinya relatif kecil dibanding bantuan konsumtif. Dampaknya mulai terlihat, zakat telah menyentuh 33,9 juta mustahik dan 463.154 orang berhasil dientaskan dari garis kemiskinan melalui berbagai program pemberdayaan. 

Contoh nyata di lapangan, program Zakat Community Development (ZCD) oleh BAZNAS di NTB mendampingi 393 penerima manfaat yang mayoritas usia produktif, mengembangkan usaha seperti berdagang (138 orang) dan pertanian (49 orang).

BACA JUGA: Kinerja Keuangan Bank Syariah Indonesia Makin Menjanjikan Sejak Merger

Di berbagai daerah muncul Kampung Zakat, misalnya di Pulau Malahing (Kaltim) dan Ciamis (Jabar), dana zakat terintegrasi untuk pelatihan keterampilan, bantuan modal, hingga pembentukan koperasi warga. Optimalisasi zakat produktif terbukti membantu mustahik membuka usaha kecil, menciptakan pendapatan mandiri, dan akhirnya menyerap tenaga kerja di komunitas lokal. 

Kedua, penguatan wakaf produktif. Wakaf bukan hanya untuk membangun madrasah, masjid atau makam. Wakaf tanah dan wakaf uang bisa dikelola jadi aset yang berdaya guna tinggi, diantaranya: sekolah keterampilan, pusat pelatihan UMKM, hingga lahan pertanian yang membuka dan menopang penciptaan kerja secara berkelanjutan.

Kategori :