Pengangguran Kian Meluas, Ekonomi Syariah Bisa Jadi Jalan Tengah

Selasa 10-06-2025,16:00 WIB
Reporter : Arin Setyowati *)
Editor : Heti Palestina Yunani

Keunggulan wakaf adalah sifatnya yang berkelanjutan. Ketika wakaf dikelola secara produktif, manfaatnya akan terus mengalir, berlipat ganda dan lintas generasi. Mengingat bahwa potensi wakaf nasional sangat besar, mulai potensi wakaf uang diperkirakan mencapai Rp180 triliun per tahun dan potensi wakaf aset (tanah/bangunan) bernilai ribuan triliun.

BACA JUGA: Sarasehan Bulan Bung Karno, Ketimpangan Ekonomi Jadi Perhatian PA GMNI Jatim

Namun realisasinya masih rendah, akumulasi wakaf uang yang terkumpul hingga awal 2022 baru sekitar Rp1,4 triliun (total 2018–2021 sebesar Rp855 miliar, naik drastis setelah Gerakan Nasional Wakaf Uang). Upaya penguatan dilakukan dengan menambah jumlah dan kapasitas nazhir (pengelola wakaf). Nazhir wakaf uang terdaftar di BWI tumbuh dari 303 lembaga menjadi 432 nazhir hingga awal tahun 2024.

Contohnya, Dompet Dhuafa sebagai nazhir mengembangkan lahan pertanian wakaf 50 hektare sawah di Sukabumi. Program wakaf pertanian ini memberikan pembiayaan tanpa bunga kepada petani penggarap, berhasil membuka 100 lapangan kerja baru bagi buruh tani lokal dan meningkatkan pendapatan petani hingga Rp7–10 juta setiap panen. 

Dari sisi regulasi, BWI memperkenalkan Indeks Wakaf Nasional (IWN) untuk memacu kinerja wakaf; nilai IWN nasional meningkat dari 0,123 (2020) menjadi 0,274 (2022), artinya bahwa tata kelola, jumlah aset produktif, dan dampak wakaf kian membaik. Penguatan ekosistem wakaf produktif diharapkan terus mendorong pembukaan usaha sosial baru (seperti pesantrenpreneur berbasis wakaf) dan menyerap tenaga kerja di sektor-sektor pertanian, pendidikan, hingga kesehatan berbasis wakaf.


Ekonomi syariah sejatinya adalah sistem ekonomi yang menjunjung tinggi keadilan sosial, pemerataan kekayaan, dan keberlanjutan.-Pinterest-Pinterest

BACA JUGA: BSI Gelar Global Islamic Finance Summit 2023, Dorong Pengembangan Ekonomi Syariah Indonesia

Ketiga, skema pembiayaan syariah berbasis kemitraan. Alih-alih membebani UMKM dan wirausaha muda dengan bunga, perbankan syariah bisa mendorong akad mudharabah atau musyarakah, yaitu pembiayaan berbasis bagi hasil. Skema ini lebih adil, karena menanggung risiko bersama.

Hal tersebut juga lebih memotivasi, karena bank dan nasabah punya kepentingan yang sama untuk memajukan usaha. Jika perbankan syariah diarahkan untuk lebih banyak menyasar sektor padat karya, maka dampaknya pada penyerapan tenaga kerja akan jauh lebih terasa.

Keempat, perluasan akses qardhul hasan (pinjaman tanpa bunga) melalui lembaga-lembaga seperti BMT dan koperasi syariah. Banyak pengangguran sesungguhnya punya keterampilan, tapi terhambat modal. Dengan pinjaman mikro tanpa bunga, mereka bisa memulai usaha kecil, dari berdagang makanan hingga menjahit atau membuka jasa online. Pemerintah bisa berkolaborasi dengan BMT dalam penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) syariah, khususnya untuk kelompok rentan.

BACA JUGA: Nilai Transaksi Ekonomi Kelompok Tani Hutan Jatim Capai Rp 497,9 Miliar, Khofifah Beri Apresiasi

Kelima, integrasi sistem keuangan syariah dalam kebijakan ketenagakerjaan. Sinergi Pemerintah, OJK dan BAZNAS bisa bersinergi dalam membuat skema pembiayaan yang pro-penciptaan kerja. Misalnya, memberi insentif bagi bank atau perusahaan yang menyalurkan pembiayaan syariah ke sektor padat karya. OJK juga dapat mendorong perbankan syariah untuk menyusun indeks kinerja berbasis dampak sosial, bukan sekadar profit.

Langkah-langkah tersebut tidak hanya realistis, tapi juga sejalan dengan semangat gotong royong dan keadilan dalam Islam. Sudah saatnya ekonomi syariah tidak hanya diposisikan sebagai alternatif, tetapi sebagai arus utama dalam menyelesaikan persoalan sosial yang tak kunjung usai salah satunya pengangguran yang hari ini melanda negara kita. 

Kita perlu membangun ekosistem yang saling menopang antara negara, masyarakat, dan sektor keuangan Syariah untuk memastikan bahwa hak atas pekerjaan. Karena sebagaimana ditegaskan dalam Islam, bahwa kemakmuran suatu bangsa bukan hanya diukur dari besarnya PDB, tapi dari sejauh mana kekayaan itu bisa membawa kesejahteraan merata. Dan ekonomi syariah memberi kita jalan ke arah sana. (*)
Arin Setiyowati *)--

*) Dosen Universitas Muhammadiyah Surabaya

Kategori :