Luis Enrique yang terkenal tangguh dan penuh determinasi langsung emosional.
Ia tidak menyangka bahwa supporter PSG melakukan dukungan sebesar ini padahal ia belum lama melatih.
Perjuangan Xana Enrique
Kisah Xana Enrique sangat emosional, ia harus melawan sebuah musuh yang tidak terlihat, Oesteosarkoma.
Itu merupakan jenis kanker tulang yang agresif, ia harus melawan itu ketika harusnya ia bermain bersama teman-teman seusianya.
Ini menempatkan keluarga Luis Enrique di babak yang penuh tantangan dan air mata.
Mereka terkadang berpikir mengapa bisa sebuah penyakit kronis seperti ini menyerang putri mereka yang tidak berdosa.
Selama lima bulan yang begitu panjang, Xana Enrique menunjukkan ketabahan yang luar biasa.
Ia menjalani serangkaian perawatan intensif, termasuk kemoterapi dan prosedur medis yang melelahkan. Saat anak lain bermain di luar dengan ceria, Xana mendekam di rumah sakit.
Luis Enrique bahkan memutuskan mundur dari jabatannya sebagai pelatih timnas Spanyol pada bulan Juni 2019.
Sang pelatih ingin menjalankan tugasnya sebagai ayah untuk mendampingi putrinya.
Momen kebersamaan Luis Enrique dan putrinya, Xana Enrique saat menang UCL pada tahun 2015 silam-Fabrizio Romano -
Namun takdir berkata lain, setelah perjuangan yang gagah dan heroik. Xana harus mengembuskan nafas terakhirnya pada tanggal 29 Agustus 2019.
Kepergian Xana benar-benar meninggalkan luka mendalam bagi keluarga Enrique dan juga seluruh komunitas sepak bola.
Bukannya sedih, Luis Enrique justru merasa beruntung, ia merasa putrinya sudah datang memberikan sebuah memori bahagia lalu pergi.
"Saya selalu berpikir apakah saya orang tua yang sial atau beruntung? Lalu saya memilih berpikir bahwa saya beruntung," ucap Luis Enrique dilansir dari Daily Mail.
"Putri saya berada di sisi saya selama 9 tahun. Membuat memori bagus lalu pergi, itu membuat saya orang tua yang beruntung memiliki putri seperti dia," kata Luis Enrique sambil menahan kesedihan.