Mengenal Impostor Syndrome dan Budaya Rasa Bersalah

Minggu 01-06-2025,15:00 WIB
Reporter : Pingki Maharani*
Editor : Guruh Dimas Nugraha

Budaya kolektif juga memainkan peran penting. Dalam komunitas yang sangat menjunjung kerendahan hati, ekspresi percaya diri atau penerimaan atas pencapaian sering dianggap sebagai kesombongan.

Akibatnya, individu belajar untuk meremehkan diri sendiri sebagai bentuk adaptasi sosial. Hingga perasaan itu tertanam menjadi keyakinan internal.

Riset dari International Journal of Behavioral Science tahun 2011 menyebutkan bahwa sekitar 70 persen orang pernah mengalami gejala impostor syndrome setidaknya sekali dalam hidup mereka.

BACA JUGA: One-Stop Living, Solusi Cerdas Gaya Hidup Lebih Efisien dan Praktis

Angka itu menunjukkan betapa umum dan menyebarnya fenomena tersebut, khususnya di kalangan profesional muda dan mahasiswa.


Menciptakan ruang aman untuk membicarakan perasaan tersebut, baik dengan teman terpercaya maupun melalui konseling profesional. --Money Mentors

Pertanyaannya, bagaimana menghadapi kondisi itu? Langkah pertama adalah menyadari bahwa perasaan tidak layak bukan berarti kenyataan. Mengenali pola pikir negatif dan membedakannya dari fakta objektif sangat penting.

Kedua, membiasakan diri menerima pencapaian dengan penghargaan, bukan sebagai kebetulan, tetapi sebagai hasil usaha yang nyata.

BACA JUGA: Perubahan Gaya Hidup, Rumah Bukan Lagi Tempat Terbaik untuk Menyendiri, Mengapa?

Ketiga, menciptakan ruang aman untuk membicarakan perasaan tersebut. Baik dengan teman terpercaya maupun melalui konseling profesional.

Terakhir, penting pula memahami bahwa keberhasilan dan kebaikan yang kita terima tidak harus selalu dibayar dengan penderitaan.

Kadang, hidup memang memberi kejutan. Belajar untuk menerima tanpa merasa bersalah adalah bagian dari proses mencintai diri sendiri.

BACA JUGA: Ingin Hidup Lebih Positif? Ini Cara Menerapkan Afirmasi yang Tepat!

Pada akhirnya, setiap orang berhak merasa layak atas kebahagiaan, pencapaian, dan kebaikan yang datang padanya.

Merasa pantas bukan bentuk kesombongan. Melainkan pengakuan bahwa diri sendiri juga punya nilai. Dan itu adalah langkah awal untuk hidup yang lebih sehat secara emosional. (*)

*) Mahasiswa magang dari Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Terbuka Surabaya.

Kategori :