Sistem Pembayaran sebagai Simbol Kedaulatan

Sabtu 07-06-2025,07:33 WIB
Oleh: Jusuf Irianto*

BACA JUGA:Pelaku Ganti QRIS, Maling Modus Baru

Dalam konteks ini, QRIS dapat digunakan sebagai sarana untuk meredam atau mencegah peredaran uang palsu. 

SIMBOL KEDAULATAN

QRIS tak sekadar berkontribusi bagi kelancaran transaksi ekonomi, tetapi juga berfungsi sebagai simbol kedaulatan negara. Penggunaan QRIS menyulut kecemburuan negara lain, khususnya Amerika Serikat (AS). Di bawah Presiden Donald Trump yang nasionalis, QRIS dianggap sebagai ancaman dominasi AS dalam sistem pembayaran global. 

Selama ini masyarakat global menggunakan kartu kredit sebagai alat bayar. Transaksi dengan kartu kredit ternyata melibatkan perusahaan asing  dari AS. Setidaknya ada dua korporasi populer, yakni Mastercard dan Visa. Semua transaksi internasional dengan kartu kredit atau debit harus melibatkan perusahaan dari AS sehingga memberikan keuntungan yang sangat besar.

Visa dan Mastercard, misalnya, meraih profit jumbo dalam sistem bayar global 2024. Hal itu dipicu pertumbuhan transaksi kartu kredit dan jaringan penerimaan yang meluas. Mastercard mengeruk pendapatan neto sebesar USD 7,3 miliar pada kuartal pertama 2025, meningkat 14 persen bila dibandingkan dengan periode sama di 2024. Jaringan penerimaan menjangkau semua negara di Eropa dan Asia. 

Sejak QRIS dirilis, proses transaksi global tak wajib melibatkan perusahaan switching milik AS. QRIS mengancam perusahaan asing yang selama ini mendapat keuntungan dari transaksi di Indonesia. Kini perusahaan asing tak lagi terlibat dalam proses pembayaran.

Kesaktian QRIS dapat digunakan secara internasional melalui skema QRIS antarnegara (cross-country) yang memungkinkan masyarakat lokal bertransaksi dengan pelbagai pihak di luar negeri. Sebaliknya, orang asing yang berkunjung ke Indonesia pun dapat melakukan pembayaran di Indonesia dengan menggunakan QRIS. 

QRIS antarnegara menyajikan pelbagai fitur yang menghubungkan dengan negara lain. Metode pembayaran QR Indonesia terkoneksi dengan beberapa negara ASEAN, yakni Malaysia, Thailand, dan Singapura. Proses pembayaran antarnegara menjadi lebih mudah diakses dan efisien. 

Jika semua transaksi harus diproses di negara lain sementara pelakunya adalah perusahaan asing, dapat diartikan kondisi Indonesia yang belum berdaulat. Dalam konteks itulah QRIS sejatinya merupakan simbol kedaulatan memupus peran asing yang selama ini menikmati keuntungan fee kartu kredit dengan jumlah pengguna di Indonesia yang amat besar.

Tak heran, Presiden Trump sempat mengaitkan kehadiran QRIS sebagai salah satu isu dalam negosiasi tentang pengenaan tarif impor bagi Indonesia. 

Dalam National Trade Estimate Report 2025 yang dipublikasikan Kantor Perwakilan Dagang AS, QRIS dikategorikan sebagai ancaman dan berharap agar AS dilibatkan kembali dalam sistem pembayaran di Indonesia. 

PROYEK NEXUS

Kini BI menggalang kolaborasi dengan bank sentral dari beberapa negara anggota ASEAN. Tujuannya adalah mengembangkan sistem pembayaran lintasnegara dengan menggunakan mata uang lokal melalui Proyek Nexus. 

Proyek itu bermaksud mempermudah transaksi antarnegara, mereduksi ketergantungan terhadap dolar AS, dan meningkatkan efisiensi transaksi pembayaran. Proyek Nexus diprakarsai Bank for International Settlements (BIS).

Asa terhadap Proyek Nexus adalah mampu menyatukan sistem pembayaran secara cepat di antara negara ASEAN melalui platform local currency transaction (LCT). Nexus memudahkan transaksi langsung (direct) antar-mata uang lokal tanpa perlu melakukan konversi ke dolar AS.

Kategori :