"Bel kecil di meja resepsionis menjadi simbol tekanan. Tetapi saat tamu itu datang, bunyinya berubah menjadi alarm kemanusiaan," tuturnya. Tepuk tangan meriah penonton selepas pertunjukan menjadi bukti kuat: cerita ini menyentuh.
Tepuk tangan ratusan penonton mengakhiri penampilan Petra Theatre. --Humas PCU
Kedua pertunjukan ini menunjukkan bahwa teater masih relevan di era digital. Dan lebih dari itu, menunjukkan bahwa mahasiswa—dengan kreativitas, keberanian, dan kemauan untuk bercerita tentang realita hidup—masih jadi harapan besar dunia seni pertunjukan.
Olivia dan Saranietha adalah dua nama yang akan kita ingat sebagai pelopor generasi baru di panggung teater kampus Indonesia. Mereka tidak hanya menyutradarai, tapi juga menyampaikan pesan.
BACA JUGA: Italian Brainrot dan Edukasi Digital untuk Anak
Pesan tentang iman yang tak boleh buta. Tentang kerja yang tak boleh membunuh empati. Tentang rumah yang harus kita temukan dalam relasi antarmanusia.
Seperti Renata yang pulang bukan hanya ke rumah ibunya, tapi juga ke dirinya sendiri. Seperti Helga yang harus memilih: antara diam demi sistem, atau bersuara demi hidup seseorang. (*)