HARIAN DISWAY – Kejaksaan Agung kembali menunjukkan komitmennya dalam mengedepankan pendekatan humanis melalui mekanisme restorative justice (RJ). Pada Selasa, 17 Juni 2025, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAMPidum) Asep Nana Mulyana menyetujui total 12 perkara untuk diselesaikan melalui RJ, yang terdiri dari tujuh perkara tindak pidana narkotika dan 5 perkara umum lainnya, seperti penggelapan, pencurian, dan penganiayaan.
“Keadilan restoratif bukan hanya soal menghentikan penuntutan, tetapi tentang memulihkan kembali hubungan antara pelaku, korban, dan masyarakat. Ini bagian dari reformasi hukum yang lebih inklusif,” ujar Asep dalam keterangannya.
Salah satu contoh perkara yang mendapatkan persetujuan RJ berasal dari Kejaksaan Negeri Yogyakarta. Tersangka Ali Burham yang bekerja sebagai asisten supervisor di Toko Abon Gulung dan Bolu Susu Rajaklana, terbukti menyalahgunakan dana penjualan toko sebesar Rp 8,1 juta untuk kebutuhan berobat ibunya yang mengalami luka bakar dan membayar utang pribadi.
Dalam proses mediasi, Ali mengakui kesalahannya dan korban memberikan maaf serta meminta proses hukum dihentikan. Kepala Kejaksaan Negeri Yogyakarta pun mengajukan permohonan RJ yang kemudian disetujui JAM-Pidum.
BACA JUGA:Jampidum Setujui Tiga RJ dari Kejari Lahat
BACA JUGA:Rumah RJ Didirikan di Kampus Unair
Dari sisi narkotika, JAMPidum menyetujui permohonan RJ terhadap tujuh tersangka dari berbagai daerah, termasuk Hamzan Wadi dari Kejari Lombok Timur, Eky Sukarno dari Kejari Jakarta Utara, dan Riko Juanda dari Kejari Solok. Seluruh tersangka adalah pengguna akhir, tidak terlibat jaringan peredaran, dan telah melalui asesmen terpadu yang mengkualifikasikan mereka sebagai pecandu atau korban penyalahgunaan.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Harli Siregar menyampaikan bahwa keputusan-keputusan ini sudah sesuai dengan Pedoman Jaksa Agung Nomor 18 Tahun 2021 serta Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020. “Prinsip dominus litis memberi Jaksa ruang untuk memilih pendekatan pemulihan sebagai bentuk keadilan yang lebih bermakna,” tegasnya.
Dengan disetujuinya perkara-perkara ini, Kejaksaan RI terus mendorong pendekatan hukum yang tidak hanya berorientasi pada hukuman, namun juga pada penyembuhan sosial dan rehabilitasi individu. (*)