Ijazah dan Dinamika Perpolitikan di Indonesia

Jumat 20-06-2025,08:33 WIB
Oleh: Muhammad Turhan Yani*

Bagaikan musim hujan, selembar kertas terus mengalir menjadi perbincangan dan berita di berbagai media, baik cetak maupun online, semua mata dan pendengaran tertuju kepadanya. 

Selembar kertas yang telah mengalami konstruksi sosial seperti teori Peter L. Berger dan Thomas Luckmann (1967) yang menjelaskan tentang realitas sosial diciptakan melalui tiga proses: eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi. 

Eksternalisasi adalah proses individu menciptakan realitas sosial (seperti norma, nilai, budaya, dan lain sebagainya) yang kemudian menjadi ”objek” yang dipahami bersama (objektivasi). 

Internalisasi adalah proses individu kembali menanggapi realitas yang telah dikonstruksi menjadi bagian dari kesadaran dan perilaku seseorang.

Selembar kertas juga mengalami kontekstualiasi karena nama penting yang tercantum di dalamnya ikut dalam kontestasi pilpres dua kali dan selembar kertas tersebut menjadi dokumen yang disertakan sebagai persyaratan dalam pilpres dan mengantarkan pada pucuk takhta tertinggi negeri. 

Oleh karena itu, kelompok yang sejak awal mempersoalkan identitas siapa nama yang sah dalam selembar kertas terus mempersoalkan. Entah sampai kapan selembar kertas tersebut selesai dan dapat diterima dengan legawa dan tangan terbuka.

Pertanyaan selanjutnya, mengapa selembar kertas terus diberitakan dan dipersoalkan, padahal pemilik nama dalam selembar kertas tersebut telah selesai menakhodai negeri, gerangan apa yang diincar sekelompok aktivis? 

Apakah hendak mendapatkan kepastian secara hukum siapa nama dalam selembar kertas tersebut? Tampaknya tidak sekadar itu, tetapi telah bercampur urusan politik. 

Begitulah yang disuarakan oleh sekelompok aktivis yang selama ini mempersoalkan nama yang tercantum dalam selembar kertas dimaksud. 

Menurut sebagian pihak, selembar kertas tidak boleh sembarangan dipertunjukkan di depan umum karena merupakan dokumen negara, kecuali diminta pihak yang berwenang untuk ditunjukkan. 

Benarkah demikian? Pernyataan tersebut menjadi perdebatan tidak ada ujungnya. 

Untuk membuktikan kejelasan selembar kertas yang telah masuk pusaran politik, pemilik nama yang dicantumkan dalam selembar kertas tidak tinggal diam. 

Ia menempuh jalur hukum untuk mengonter tuduhan bahwa selembar kertas itu palsu. Baginya, penting melakukan pembelaan itu agar masyarakat mengetahui kebenaran selembar kertas dan untuk mengembalikan kepercayaan dan kehormatan yang tercabik-cabik selama ini.

Selembar kertas, nasibmu kadang mujur karena engkau ikut mengantarkan seseorang menjadi akademisi dan politisi, bahkan nakhoda negeri, engkau sangat berarti. 

Di sisi lain, kadang engkau juga menjadi sasaran caci maki ketika para lulusan perguruan tinggi di negeri ini banyak yang menjadi pengangguran. 

Selembar kertas itu bernama ijazah. (*)

Kategori :