Masalahnya baru muncul jika ekspektasi itu tidak diiringi kemampuan berkompromi dan empati terhadap orang lain. Komunikasi dan rasa saling menghargai tetap kunci utama.
Label high maintenance bukanlah cap mutlak yang menentukan baik buruknya seseorang. Banyak dari sifat-sifat ini muncul karena seseorang punya standar tinggi terhadap hidup dan dirinya sendiri, dan itu tidak selalu negatif. Yang terpenting adalah bagaimana sikap tersebut berdampak pada hubungan dan interaksi dengan orang lain.
Kalau Anda merasa pasangan atau seseorang di sekitar Anda termasuk high maintenance, pertanyaannya bukan sekadar “bisakah saya tahan?”, tapi lebih pada “bisakah kami saling memahami dan berkompromi?”
BACA JUGA: Mengenal Pertengkaran yang Sehat dalam Hubungan
Karena, jujur saja kita semua punya sisi high maintenance-nya masing-masing. (*)
*) Mahasiswa magang dari Prodi Sastra Inggris, Universitas Negeri Surabaya