JAKARTA, HARIAN DISWAY – Ini kabar besar bagi masyarakat pengelola sumur minyak.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) resmi melegalkan aktivitas eksploitasi minyak rakyat melalui terbitnya Peraturan Menteri ESDM Nomor 14 Tahun 2025.
Peraturan tersebut menjadi landasan hukum pertama bagi masyarakat, koperasi, UMKM, maupun BUMD untuk terlibat secara legal dalam pengelolaan sumur minyak yang selama ini beroperasi di wilayah-wilayah nonkonvensional.
BACA JUGA:Dahlan Iskan Kagum Pertamina Hulu Rokan Punya 11 Ribu Sumur Minyak Aktif
Salah satu ketentuan penting dalam beleid ini adalah kewajiban menjual hasil produksi kepada Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS).
Skema kerja sama antara masyarakat dan KKKS diatur secara rinci dalam regulasi tersebut.
Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung menegaskan bahwa kegiatan usaha ini kini bisa dijalankan secara legal, tetapi dengan sejumlah syarat administratif dan finansial.
BACA JUGA:Dahlan Iskan Acungi Jempol, Pertamina Hulu Rokan Bisa Hasilkan 160 Ribu Lebih Barel per Hari
"Kalau kriteria kegiatan usahanya UMKM, berarti permodalannya itu sekitar Rp 5 miliar. Kalau skala menengah, itu justru sampai dengan Rp 10 miliar. Ya bisa gabungan dari permodalan yang ada di masyarakat," kata Yuliot di Gedung Kementerian ESDM, dikutip Jumat, 4 Juli 2025.
Meski membuka peluang bagi pelaku usaha kecil, regulasi ini melarang penambahan sumur baru. Pemerintah hanya mengakomodasi sumur rakyat yang sudah beroperasi sebelum peraturan ini berlaku.
Dalam bahan paparan Kementerian ESDM, disebutkan bahwa legalisasi ini bertujuan mendorong peningkatan produksi migas nasional melalui tiga skema kerja sama antara KKKS dan mitra lokal, salah satunya adalah BUMD/Koperasi/UMKM.
BACA JUGA:Pertamina Hulu Rokan Rayakan HUT ke-6, Siap Hadapi Tantangan Masa Depan
Setiap sumur rakyat nantinya akan dinaungi entitas legal seperti koperasi atau UMKM, lalu menjalin kerja sama langsung dengan KKKS sebagai mitra resmi.
Seluruh proses ini akan diawasi untuk memastikan kepatuhan terhadap standar good engineering practice.
Implementasi akan dilakukan dalam dua tahap. Pertama, masa penanganan sementara selama 4 tahun untuk memastikan perbaikan tata kelola dan standar operasional.