BACA JUGA:Surabaya Terapkan Jam Malam, Kegiatan Sekolah Wajib Menyesuaikan Ketentuan!
BACA JUGA:DPRD Surabaya Dukung Kebijakan Jam Malam bagi Anak
“Bu, saya lihat putra Ibu nongkrong di pinggir jalan. Sudah pamit belum? Umur 18 kok belum punya KTP? Ya besok langsung dibuat ya. Pokoknya hati-hati,” pesannya pada salah satu orang tua.
Sementara pada ayah remaja lainnya, ia berkata, “Pak, putranya sudah pamit. Soalnya di sini sedang ngopi. Ya sudah, titip putranya ya, imbuh Eri. Setelah semua orang tua dihubungi, Eri tidak lupa membayar semua minuman mereka. “Saya bayari semua,” katanya.
Sebelum meninggalkan lokasi, Eri memberikan pesan khusus kepada pedagang kopi di sana.
Ia bilang, kalau ada anak-anak yang nongkrong di atas jam 10 malam, tolong ditanya. Kalau belum punya KTP, dipulangkan.
"Jangan sampai mereka terlalu larut di jalanan,” pesan Eri.
Malam itu, Eri menegaskan bahwa pembatasan jam malam bukan untuk mengekang anak-anak Surabaya.
Menurutnya, setiap aktivitas positif harus didukung orang tua. Tapi jika aktivitas itu negatif, maka orang tua wajib mencegah.
“Bukan hak asasi yang hilang. Ini bagian dari tanggung jawab kita bersama sebagai orang tua, lingkungan, dan pemerintah,” ujarnya.
BACA JUGA:Pelanggar Jam Malam Surabaya Bakal Dibina 7 Hari di Rumah Perubahan
BACA JUGA:DP3APPKB Surabaya Sosialisasikan Aturan Jam Malam ke Orang Tua
Ia menambahkan, program ini juga bagian dari upaya menjaga Surabaya sebagai kota yang ramah anak.
Karena bagi Eri, membangun Surabaya bukan hanya infrastruktur fisik seperti trotoar atau taman yang ramah. Lingkungan sosial harus bisa tertib. Satu sama lain saling mengingatkan.
“Kami ingin semua warga Surabaya tetap terlindungi. Termasuk anak-anak kita. Jangan sampai mereka tersesat di jalanan karena pergaulan bebas atau pengaruh buruk,” tuturnya. (*)