JAKARTA, HARIAN DISWAY — DPR RI akan menurunkan tim khusus untuk melakukan supervisi terhadap proyek penulisan ulang sejarah nasional yang tengah dilakukan Kementerian Kebudayaan (Kemenbud) RI.
Langkah itu diambil guna memastikan proses penulisan berjalan akurat, objektif, dan tidak menimbulkan distorsi sejarah.
Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, pembentukan tim supervisi ini diputuskan setelah melalui konsultasi dengan Ketua DPR RI dan musyawarah bersama para pimpinan dewan.
BACA JUGA:Uji Publik Buku Sejarah Nasional Dimulai, Kemenbud Pastikan Ilmiah, Terbuka, dan Inklusif
"Setelah konsultasi dengan ketua DPR dan sesama pimpinan DPR lainnya maka DPR akan membentuk, menugaskan tim supervisi penulisan ulang sejarah, dalam rangka menjalankan fungsi pengawasan DPR RI," kata Dasco dalam keterangannya, dikutip Minggu, 6 Juli 2025.
Tim tersebut akan terdiri dari perwakilan dua komisi, yakni Komisi III (bidang hukum) dan Komisi X (bidang pendidikan dan kebudayaan), yang diharapkan dapat mengawal proses secara profesional.
BACA JUGA:5 Destinasi Bersejarah Bernuansa Tionghoa, Latar Film Pernikahan Arwah
Dasco berharap keberadaan tim ini dapat meredam kontroversi yang selama ini muncul seputar proyek penulisan ulang sejarah.
"Sehingga hal-hal yang menjadi kontroversi itu akan menjadi perhatian khusus oleh tim ini dalam melakukan supervisi terhadap penulisan ulang sejarah yang dilakukan tim yang dibentuk oleh Kementerian Kebudayaan," ujarnya.
BACA JUGA:Sejarah dan Kekuasaan
Sejarah Harus Ditulis Seterang-Terangnya
Menanggapi dinamika yang terjadi, Ketua DPR RI Puan Maharani menekankan pentingnya penulisan sejarah yang jujur dan transparan.
Dia mengingatkan agar penulisan ulang sejarah dilakukan tanpa menghilangkan peran dan peristiwa yang pernah terjadi.
BACA JUGA:Tanggal 5 Juli 2025 Hari Apa? Ada Hari Bank Indonesia, Simak Sejarah Lembaga Keuangan di Nusantara
"Kita harus sama-sama menghargai dan menghormati bahwa penulisan sejarah itu harus dilaksanakan sejelas-jelasnya, seterang-terangnya, tanpa ada pihak yang merasa dirugikan atau dihilangkan jejak sejarahnya," kata Puan saat dimintai tanggapan oleh pewarta di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 3 Juli 2025.
Pernyataan ini disampaikan menyusul permintaan sejumlah anggota Komisi X DPR agar proyek penulisan ulang sejarah dihentikan, menyusul kontroversi yang muncul, terutama terkait tragedi Mei 1998.