Ada Apa dengan Dahlan Iskan dan Jawa Pos? (1): Sukses Membesarkan, tetapi Bukan Pemilik Tunggal

Jumat 11-07-2025,04:33 WIB
Reporter : Tofan Mahdi*
Editor : Yusuf Ridho

Suatu siang, di depan meja Mbak Oemi (Oemiati Theresia, sekretaris redaksi), ada Pak Dahlan, saya, dan seorang wartawan senior Cak Amu. Tiba-tiba Amu menunjukkan berita di sebuah media cetak terbitan Jakarta kepada Pak Dahlan. 

”Bos, gaji PNS akan naik 10 persen, kita gimana, Bos?” kata Amu kepada Pak Dahlan. Saya sangat kaget, Cak Amu berani menyampaikan hal tersebut ke Pak Dahlan. Dan, benar feeling saya, Pak Dahlan tampak tidak nyaman.

Lho, kenapa, Mu? Apa hubungannya sama kita? Gak ada hubungannya, Mu. Kalau dulu gaji swasta memang lebih tinggi dari pegawai negeri, tetapi kalau suatu saat gaji PNS lebih tinggi dari swasta kan juga tidak apa-apa. Gak ada hubungannya sama kita,” kata Pak Dahlan sambil melengos langsung meninggalkan kami bertiga. 

Sampean onok-onok wae, Cak,” kata saya. Amu dan Mbak Oemi tertawa.  

Selama bekerja di Jawa Pos, yang kami tahu big boss kami adalah Dahlan Iskan. Jawa Pos adalah Dahlan Iskan dan Dahlan Iskan adalah Jawa Pos. Sejarah mencatat, Jawa Pos bisa sebesar itu juga karena Dahlan Iskan. 

Tidak ada seorang pun, kami para karyawan dan pembaca Jawa Pos, yang pernah berpikir bahwa Dahlan Iskan akan meninggalkan Jawa Pos. Apalagi sampai gugat-menggugat seperti sekarang. Yang kami tahu, yang membesarkan Jawa Pos adalah Dahlan Iskan. 

Tetapi, yang juga kami baru tahu belakangan, Dahlan Iskan bukanlah pemilik tunggal. Ada pemegang saham lain yang memiliki porsi saham lebih besar, yang lebih mengendalikan, dan ada di antara mereka sekarang mendorong munculnya sebuah gugatan hukum kepada Dahlan Iskan, tokoh utama yang membesarkan Jawa Pos dan ratusan anak perusahaan. (*) 

*) Tofan Mahdi adalah wartawan senior. Penulis buku Pena di Atas Langit

 

Kategori :