HARIAN DISWAY- Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) Jawa Timur meminta Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menertibkan penjual tak jelas yang berjualan berbasis elektronik.
YLPK Jawa Timur mencatat dari Januari-Juni 2025, ada 70 laporan konsumen yang masuk terkait Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).
"Laporan ini menjadi yang tertinggi dibandingkan jenis aduan lainnya," kata Ketua YLPK Jatim Said Sutomo kepada Harian Disway, Jumat, 18 Juli 2025.
Ada banyak laporan yang dikeluhkan konsumen atas transaksi perdagangan daring itu. Di antaranya barang tak sesuai, telat proses pengirimannya, hingga barang tak dikirim ke pembeli.
BACA JUGA:Maling Motor Jual Motor Curian di Market Place
BACA JUGA:Kemenkeu Beri Waktu Dua Bulan Untuk Marketplace Sebelum Aturan Pajak untuk Jualan Online Berlaku
Said menyebut, bahkan ada satu konsumen yang melapor ke YLPK Jatim mengaku merugi hingga Rp 125 juta karena barang tak dikirim. "Kondisi ini jelas sangat merugikan," katanya.
Said menaksir dari puluhan laporan yang masuk itu, kerugian konsumen atas transaksi daring mencapai miliaran. Karena banyak proses aduan yang disampaikan ke aplikator semisal, tak mendapatkan respon. "Akibatnya jelas, duit konsumen hilang," celetuknya.
Masalahnya bukan sampai di situ. YLPK Jatim yang menerima puluhan laporan itu juga tak bisa berbuat banyak. Pasalnya, para penjual yang diadukan ke YLPK Jatim tak memiliki kelengkapan usaha.
Tak punya spesifikasi barang dan/atau jasa yg diperdagangkan. Serta tidak jelas pengiriman barang dan jasanya dari mana. "Bahkan, banyak indentitas pedagangnya saja tak ada. Tak jelas," keluhnya.
BACA JUGA:Ratusan Ribu NIK Bansos Dipakai untuk Judi Online, Nilainya Nyaris Rp 1 Triliun!
Ini membuat YLPK kerepotan untuk mengirimkan surat permintaan tanggung jawab. Apalagi, banyak aplikator di market place juga tak merespon. Mereka, memilih abai dengan keluhan konsumen.
Padahal praktik jual beli seperti ini jelas menyalahi aturan. Dan tak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Pedagangan. Pasal hukuman pelanggarannya pun jelas. "Dengan ancaman hukuman penjara paling lama 12 tahun penjara dan denda Rp 12 miliar," tegasnya.
Said mengatakan, dalam persoalan ini, Ia berharap pemerintah turun tangan. Terutama Komdigi yang seharusnya punya kejelasan data dan informasi mengenai masalah ini. "Komdigi harus mempertat regulasinya. Termasuk kepada penyedia jasa aplikasi," katanya.
Misalnya soal alamat pedagang. Juga regulasi spesifikasi barang yang diperdagangkan. Komdigi harus bekerjasama dengan Kementerian Perdagangan. Untuk memastikan semua pedagang yang berjualan memiliki sertifikat untuk berdagang. (*)