Sabtu siang, 26 Juli 2025. Jarum jam menunjukkan pukul 13.30 WIB. Cuaca sedang terik-teriknya di Ponorogo. Angin berembus pelan menyapu kulit, tapi tak banyak membantu mengusir hawa panas yang menyengat badan.
----Di tengah terik yang membuat kulit kian menghitam, belasan ribu warga tumpah ruah di sepanjang jalan Desa Sumoroto, Kecamatan Kauman.
Mereka berdesakan dan berkeringat Mereka antusias menunggu siapa saja yang tampil di Kirab Budaya Bantarangin 2025. Sebuah festival lokal yang diinisiasi lima kecamatan di Ponorogo: Kauman, Jambon, Badegan, Sampung dan Sukorejo.
Festival tersebut rutin digelar sejak 2011 dan selalu menyedot animo besar masyarakat.
Saya yang ikut menyaksikan acara itu pun jadi penasaran: semenarik apa festival itu, sampai ribuan orang rela berpanas-panasan menunggunya?
BACA JUGA:Pesta Akbar Warga Ponorogo, Ya Grebeg Suro.
BACA JUGA:Grebeg Suro 2025: Festival Reog Ponorogo Meriahkan Tradisi Leluhur
Pukul 15.00 WIB, kirab pun dimulai dari Monumen Bantarangin. Panitia sibuk menertibkan warga yang memadati badan jalan di titik awal kirab: Monumen Bantarangin.
"Keretanya mau jalan, awas minggir” kata seorang panitia berteriak pada pengunjung yang tak sabar.
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa dan Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko menaiki kereta kuda paling depan. Di belakangnya, berderet kereta kuda yang dinaiki para pejabat Pemprov Jatim dan Pemkab Ponorogo.
BACA JUGA:SR Terintegrasi V Ponorogo, Seluas 4,5 Hektar, Punya Fasilitas Olahraga Lengkap
Kerumunan warga pun semakin rapat. Dan seperti yang dikhawatirkan panitia, suasana mendadak riuh saat warga berebut hadiah.
Khofifah dan Sugiri yang membawa ratusan bendera merah putih langsung dikerumuni warga.
"Bu, saya Bu!" teriak seorang warga dari sisi kanan. Khofifah pun membagikan bendera satu per satu dari keretanya. Sugiri melakukan hal serupa.
BACA JUGA:Bedhol Pusaka 2025: Prosesi Sakral Ponorogo Mengenang Sejarah dengan Arak Pusaka
Desak-desakan tak terhindarkan. Beberapa warga terinjak dan tersikut. Di antara kerumunan, seorang ibu bernama Dewi berusaha menenangkan putrinya yang menangis karena kakinya terinjak.