BACA JUGA:Hakim Tekankan Unsur Kesengajaan pada Hasto
Contoh Penggunaan Abolisi dan Amnesti oleh Presiden
Dalam sejarah Republik Indonesia, beberapa Presiden pernah menggunakan kewenangan ini.
Presiden Soekarno, misalnya, kerap memberikan amnesti kepada para tahanan politik di era 1950-an dan 1960-an sebagai bagian dari rekonsiliasi nasional.
BACA JUGA:iPad dan MacBook Tom Lembong Dikembalikan, Hakim: Bukan Barang Bukti Pidana
Presiden Habibie memberikan amnesti dan abolisi kepada para aktivis dan tokoh politik Timor Timur tahun 1999, pasca jajak pendapat kemerdekaan wilayah tersebut.
Presiden Joko Widodo juga pernah memberikan amnesti kepada Baiq Nuril Maknun, guru di NTB yang sempat divonis bersalah karena merekam pelecehan seksual yang dialaminya.
BACA JUGA:Vonis 4,5 Tahun Tom Lembong: Tak Nikmati Keuntungan, tapi Dianggap Langgar Aturan
Apa Dampaknya terhadap Proses Hukum?
Abolisi dan amnesti berdampak signifikan terhadap jalannya proses hukum. Abolisi menghentikan proses hukum yang sedang berjalan, sedangkan amnesti bisa menghapuskan semua akibat hukum dari suatu tindak pidana, termasuk mengembalikan hak politik atau kewarganegaraan seseorang.
Namun, pemberian keduanya tak bisa sembarangan. Presiden harus mempertimbangkan konteks sosial-politik, keadilan hukum, dan reaksi publik sebelum menjatuhkan keputusan.
BACA JUGA:Kejagung Periksa Istri Tom Lembong
Di sisi lain, banyak yang menyamakan amnesti dan abolisi dengan grasi. Padahal, tentu saja ketiganya berbeda.
Grasi hanya bisa diberikan kepada seseorang yang telah diputus bersalah oleh pengadilan, dan hanya meringankan atau menghapuskan hukuman, tanpa menghapus status bersalah.
Sementara itu, amnesti dan abolisi bisa menghapus proses hukum atau mengampuni tanpa menyisakan status terpidana. (*)