Standar Baru Seni Surabaya

Selasa 05-08-2025,04:33 WIB
Reporter : Arif Afandi
Editor : Yusuf Ridho

Pemerintah Kota Surabaya perlu diapresiasi untuk ini. Yang telah mengizinkan kawasan Balai Pemuda menjadi ajang pameran seni kontemporer. Pameran dengan pengelolaan yang profesional dan bermodal besar sehingga memungkinkan menjadi destinasi baru kesenian di kota ini.

Kurator sekaligus Direktur Teknis Artsubs Asmudjo mengakui terus terang bahwa dirinya menggunakan Artjog sebagai benchmark penyelenggaraan Artsubs ini. Seperti diketahui, Artjog merupakan event festival seni kontemporer yang sudah menjadi rujukan para pencinta seni. Sudah disebut sebagai lebarannya para seniman.

Akankah Artsubs bisa mengimbangi Artjog? Potensi ke sana jelas ada. Namun, tentu tidak untuk menyamai, tetapi melengkapi lanskap geografi kesenian di Indonesia. Artsubs jelas akan menjadikan Surabaya tidak terlalu ketinggalan jika dibandingkan dengan Yogyakarta, Jakarta, dan Bandung dalam hal event kesenian. Dengan Artsubs, Surabaya bisa menjadi episentrum baru.

BACA JUGA:Budi Pradono, Artsubs 2025, dan Perjalanan ke Surabaya

BACA JUGA:ARTSUBS 2025, Merayakan Material Ways di Tengah Ledakan Konsumsi dan Teknologi

Apalagi, Asmudjo sejak dini sudah menjaga agar Artsubs tidak hanya sebagai ajang pameran atau art fair. Tetapi, sebagai proposal baru. Sebagai platform yang memadukan energi pasar dengan kedalaman wacana. Ia bertekad menjadikan Artsubs bisa lebih besar daripada Artjog.

Energi pasar? Ini menarik. Dari perspektif pasar, Surabaya memang berpotensi untuk itu. Selama ini banyak kolektor seni Surabaya yang menjadi pemodal sekaligus pengoleksi karya-karya seniman Yogyakarta. Saya melihat mereka berdatangan ke Artsubs sejak tahun lalu. 

Bisa disebut Artsubs sebagai poaya mendekatkan para seniman dengan pasar seni. Dengan para pencinta seni yang ada di kota ini. Selain itu, akses penerbangan global yang lebih mudah memungkinkan Surabaya mendatangkan kolektor luar negeri ke sini. Termasuk para kolektor dari Eropa.

Jika dibandingkan dengan Artsubs tahun lalu, event yang mengusung tema Material Way itu memang lebih kuat nuansa komersialnya. Tidak begitu banyak karya instalasi dan seni eksplorasi muncul di enam zona ruang pameran itu. Sebagian besar adalah karya-karya yang layak dan gampang jual. Kemedol, istilah Surabaya.

Dugaan saya, ada dua hal sebagai penyebabnya. Secara ruang, Posblok yang merupakan bangunan kuno milik PT Pos lebih memungkinkan untuk dieksplorasi sesuai dengan keliaran seniman. Sebaliknya, Balai Pemuda tidak memungkinkan keliaran bisa terakomodasi di tempat baru itu.

Seni instalasi memang menjadi ajang eksplorasi eksistensi senimannya. Ia bukan sekadar seperti seni rupa yang eksistensi senimannya hanya tecermin dalam kanvas dan gaya goresan kuas dan warna. Seni instalasi memberikan ruang lebih luas sehingga memberikan ruang kebebasan lebih besar kepada penciptanya.

Dominannya karya-karya ”komersial” di Artsbus kali ini jelas bukan kekurangan atau kelemahan. Selain memberikan diferensiasi dengan event seni kontemporer lainnya, itu lebih cocok dengan Surabaya sebagai kota dagang. Rasanya bukan hal tabu memperdagangkan karya seni maupun produk kebudayaan. Justru itu bisa menjaga keberlanjutan.

Pekerjaan rumah berikutnya, bagaimana Artsubs ini bisa menjadi jangkar, bahkan pengungkit kebangkitan seniman lokal. Paling tidak, menjadi terobosan terbangunnya ekosistem kesenian di Surabaya maupun Jawa Timur. Seperti halnya Artjog yang berhasil menghidupkan event kesenian di sekitar selama peristiwa seni itu berlangsung.

Berbeda dengan ketika FSS dulu digelar, para seniman lokal kali ini lebih terbuka menyambut Artsubs. Itu bisa menjadi harapan terbangunnya ekosistem baru yang lebih baik bagi dunia seni di Surabaya dan sekitarnya. Seperti di mal, Artsubs bisa menarik tenant besar yang bisa menghidupkan pedagang kecil di sekitarnya.

Joni Ramlan, pelukis yang tinggal di Mojokerto, langsung menganggukkan kepala saat saya sebut Artsubs itu mendongkrak standar event kesenian di Surabaya. Dari standar pasar dan angkringan menjadi standar mal dan galeri. Jika penyelenggaranya konsisten, jelas bagus dalam membangun peta baru lanskap kesenian di Indonesia.

”Karena itu, mari kita support,” katanya.

Kategori :