HARIAN DISWAY - Pernahkah Anda bekerja sambil berpindah-pindah tempat dengan tetap produktif secara daring? Jika iya, besar kemungkinan Anda sudah menjalani gaya hidup digital nomad.
Istilah itu berasal dari kata “nomaden” yang berarti berpindah-pindah, kemudian dipadukan dengan konsep kerja digital.
Hasilnya adalah pola kerja fleksibel yang tidak terikat lokasi. Seseorang bisa bekerja dari kafe, ruang coworking, pegunungan, bahkan pantai.
BACA JUGA:Filosofi Lagom, Gaya Hidup Seimbang ala Swedia untuk Kualitas Hidup Lebih Baik
Fenomena digital nomad mulai populer sekitar tahun 2020, ketika pandemi Covid-19 memaksa banyak orang bekerja dari rumah.
Seiring waktu, tren itu berkembang melampaui batasan ruang kerja konvensional. Namun, sebenarnya istilah digital nomad sudah diperkenalkan sejak 1997 oleh Tsugio Makimoto dan David Manner dalam buku mereka.
Tren itu semakin kuat pada 2006 lewat buku The 4-Hour Work Week karya Tim Ferriss, dan makin didukung pesatnya teknologi digital pada dekade 2010-an.
BACA JUGA:Sewa Pakaian Jadi Gaya Hidup Baru, Tampil Elegan dengan Budget Minim
Gaya hidup digital nomaden memungkinkan seseorang untuk bekerja secara fleksibel dari lokasi mana pun--freepik.com
Dua Tipe Digital Nomad
Secara umum, terdapat dua tipe digital nomad yang banyak dijalani masyarakat. Pertama adalah workcation, yakni bekerja sambil berlibur. Kedua, bleisure, kombinasi antara perjalanan bisnis dengan waktu senggang.
Pekerjaan yang sering dijalani digital nomad antara lain blogger, asisten virtual, marketing digital, penerjemah, voice over, hingga desainer grafis.
Namun seiring berkembangnya dunia kerja digital, semakin banyak profesi yang bisa dilakukan dari jarak jauh.
BACA JUGA:6 Gaya Hidup Sehat untuk Mengelola Gejala PCOS Secara Alami dan Efektif
Manfaat Menjadi Digital Nomad
Bagi individu yang menyukai fleksibilitas, digital nomad menawarkan berbagai keuntungan. Beberapa di antaranya adalah:
- meningkatkan kesejahteraan mental dengan mengurangi stres,