LBH Surabaya Sebut Aparat Banyak Salah Tangkap saat Demonstrasi

Jumat 05-09-2025,18:02 WIB
Reporter : Edi Susilo
Editor : Noor Arief Prasetyo

SURABAYA, HARIAN DISWAY - Tim Advokasi untuk Rakyat Jawa Timur (Tawur) menyayangkan sikap kepolisian di Jawa Timur dalam penangkapan massa aksi, Jumat, 5 September 2025.

Keputusan itu disampaikan setelah tim advokasi melakukan sejumlah pendataan. Beberapa temuan menyebutkan dalam penangkapan massa, kepolisian banyak melakukan kesalahan prosedur. 

”Ada sekitar 5-10 orang ditangkap oleh pihak aparat. Meski mereka tidak ikut aksi,” kata Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya Habibus Shalihin kepada Disway, Jumat. 

Di sekitar Grahadi semisal. Ada warga yang ditangkap padahal sedang ngopi. Penangkapan hanya berdasarkan karena yang bersangkutan memakai kaos hitam.

BACA JUGA:Polda Jatim Taksir Kerugian Demonstrasi Capai Rp124 Miliar

BACA JUGA:Polda Jatim Sebut Kondisi Kota Pahlawan Sudah Kondusif

Di daerah Keputran, Surabaya juga sama. Ada orang yang mau berangkat menuju pasar, kemudian ditangkap karena memakai odol di pipinya. ”Padahal yang bersangkutan memakai itu karena diberitahu tetangga. Situasi chaos, pakai odol biar tak kena gas air mata,” terangnya. 

”Ada pula pekerja yang ditangkap di Bambu Runcing dengan alasan tak jelas. Disuruh mengaku massa aksi, padahal pekerja ekspedisi,” jelasnya. Gawai yang bersangkutan juga dirampas pihak aparat setelah sebelumnya ditabrak.

Catatan Tim Advokasi Tawur menyebutkan, sedikitnya ada 110 orang yang ditangkap hingga 31 Agustus lalu oleh pihak kepolisian. Dari jumlah tersebut, 80 orang ditahan di Polrestabes Surabaya. Dengan rincian 55 orang telah dibebaskan, 3 orang masih diperiksa. 

Sementara itu, 30 orang ditahan di Polda Jatim. Rinciannya 28 orang telah dibebaskan dan 2 orang masih diperiksa. 

Secara keseluruhan, 83 orang telah dibebaskan, 5 orang masih menjalani pemeriksaan lanjutan. ”Dan 22 orang hingga kini tidak jelas nasib serta keberadaannya,” tuturnya.  

Habibus mengatakan, situasi ini sebenarnya menunjukkan bahwa tidak ada transparansi oleh Polda Jawa Timur dan Polrestabes Surabaya. 

Selain itu, fakta di lapangan menunjukkan banyak laporan yang masuk mengenai kekerasan oleh aparat saat demonstrasi. Seperti intimidasi, kekerasan, hingga perampasan gawai. ”Beberapa korban bahkan mengalami luka-luka fisik dan trauma psikis akibat kekerasan aparat,” tegasnya. 

Fakta-fakta di lapangan itu menunjukkan bahwa aparat telah melanggar Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 yang menjamin hak setiap orang atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda dari ancaman serta tindakan sewenang-wenang. 

Selain itu, juga melanggar Pasal 33 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. ”Yang secara tegas menyatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan dan keamanan pribadi,” paparnya. (*)

Kategori :