Anggota DPRD Wakatobi DPO Pembunuhan: Hasil Kemarahan Rakyat

Kamis 11-09-2025,07:00 WIB
Oleh: Djono W. Oesman

Sebagai politikus, dia memang harus berkata begitu. Mau bilang apa? Mustahil dia mengakui salah. Semua politikus begitu.

Posisi Litao tetap bertahan sebagai anggota DPRD. Ia dikonfirmasi wartawan, mengatakan, ia akan menghubungi pengacara. Ditanya tentang kebenaran peristiwa 2014, ia menghindar. ”Maaf ya… Saya harus ngantor ke DPRD,” ujarnya.

Liputan wartawan menambah semangat La Ode Sofyan dan La Niru. Mereka kian giat mondar-mandir ke Polres Wakatobi dan Polda Sultra. Di sana mereka tentu diwawancarai wartawan. Mereka terus ceritakan soal itu. 

Perjuangan La Ode Sofyan-La Niru hampir mustahil sukses. Sebab, tidak gampang memproses hukum anggota DPRD aktif. Apalagi, kata polisi, berkas perkaranya sudah hilang. Di negeri konoha yang penegakan hukumnya sangat lemah ini, perjuangan mereka mustahil.

Namun, mereka berpedoman bahwa polisi yang memproses SKCK Litao dimutasi. Walaupun, La Ode Sofyan paham bahwa mutasi hal biasa di instansi mana pun. Selalu dikatakan begitu jika terjadi mutasi.

La Ode Sofyan mendapatkan data dari Pengadilan Negeri Bau Bau tentang perkara pembunuhan Wiranto. Surat keputusan itu bernomor: 55/Pid.B/2015/PN.Bau-bau. Itulah bukti hukum kuat. Di situlah ada kronologi peristiwa pembunuhan Wiranto yang tercatat di lembaran negara

Kronologi di situ, begini: Awalnya, terjadi perkelahian dalam acara joget itu. Perkelahian antara Wiranto dan Litao. Litao menarik baju dan menyeret tubuh korban Wiranto sehingga korban jatuh tersungkur.

Saksi La Ode Herman (yang juga terdakwa di perkara tersebut) menyatakan, ia melihat Litao memegang besi berbentuk huruf U. Panjang dan besar. Besi itu berlumuran darah. Di depan Litao, Wiranto tergeletak berlumuran darah. Sudah pingsan.

Kemudian, dua teman Litao, yakni La Ode Herman dan Rahmat, ikut menghajar Wiranto yang sudah tak bergerak. Setelah itu, tiga pelaku, yakni Litao, La Ode Herman, dan Rahmat, kabur. Mereka membiarkan korban tergeletak.

Di lokasi banyak orang, penonton acara joget. Oleh warga, korban dilarikan ke puskesmas setempat. Dirawat di sana, esoknya Wiranto meninggal.

La Ode Herman dan Rahmat dijatuhi hukuman 4 tahun 6 bulan penjara, langsung masuk ke penjara. Di situ tidak disebutkan soal Litao. Sebab, ia berstatus DPO. Tidak pernah diadili.

Data itu disebarkan La Ode Sofyan. Ke medsos, juga wartawan. Kian masif kian viral.

Akhirnya perjuangan rakyat kecil itu sukses. Polisi mengusut lagi kasus lama tersebut. Tidak hanya memproses, tetapi juga lebih maju daripada istilah memproses.

Kabidhumas Polda Sultra Kombes Iis Kristian kepada wartawan, Rabu, 3 September 2025, mengatakan bahwa status Litao sudah sebagai tersangka penganiayaan mengakibatkan kematian korban. Kata Iis, polisi telah mengirimkan surat pemberitahuan penetapan tersangka Litao kepada Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPRD Wakatobi.

Iis: ”Kami sudah mengirimkan surat penetapan tersangka itu untuk pemberitahuan ke MKD. Untuk penahanan tersangka yang bersangkutan belum dilakukan. Karena tersangka harus dipanggil dan pemeriksaan terlebih dahulu.”

Litao kini masih anggota DPRD Wakatobi. Wilayah yang lautnya bersih dan indah. Wilayah yang kata UNESCO bagai surga di timur Indonesia. Namun, Litao tinggal menghitung hari, sampai ia diperiksa polisi sebagai tersangka. (*)

Kategori :