17+8: Angka-Angka yang Menyengat

Senin 15-09-2025,05:33 WIB
Oleh: Ulul Albab*

KADANG hidup ini memang lucu. Ada orang yang hanya butuh dua butir obat untuk sembuh. Ada yang butuh 12 hari cuti untuk pulih. Ada pula yang tiba-tiba menaruh harapan pada angka 17+8. Bukan angka untuk HUT RI. Bukan tanggal keramat. Melainkan, daftar panjang tuntutan.

Saya tersenyum waktu pertama membaca. Sambil menghela napas. Sambil berkata dalam hati: mereka ini serius atau sekadar ingin headline? Namun, ternyata serius. Sangat serius.

17 TUNTUTAN + 8 DESAKAN

Anda semua pasti sudah tahu isinya. Sebab, sudah beredar masif di media arus utama maupun media sosial sejak 1 September 2025. Dari masalah kedaulatan rakyat, mafia hukum, mafia tanah, mafia tambang, sampai masalah pemilu yang dinilai penuh cacat. Hampir lengkap. Rasanya seperti daftar belanja bulanan. Semua dimasukkan.

BACA JUGA:Ucapan Menkeu Purbaya Dinilai Kurang Berempati saat Tanggapi Tuntutan Rakyat 17+8

BACA JUGA:Menkeu Purbaya Sebut 17+8 Hanya Tuntutan Sebagian Kecil Masyarakat

Yang bikin kening berkerut adalah daftar itu tidak dibuat akademisi di ruang seminar. Bukan pula risalah panjang hasil focus group discussion lembaga riset. Namun, lahir dari jalanan. Dari suara mahasiswa. Dari kemarahan rakyat kecil. Dari rasa muak yang menumpuk.

Saya jadi ingat warung kopi di pojok kampung saya. Ada papan tulis kecil di dindingnya. Isinya ”utang siapa saja hari ini”. Nama-nama tertera, jumlahnya tercatat. Persis. 

Karena hanya dengan menuliskan, semua orang sadar utang itu nyata. Angka 17+8 itu seperti papan tulis warung kopi itu. Daftar utang bangsa.

BACA JUGA:DPR RI Menjawab Tuntutan Rakyat 17+8, Ferry Irwandy Sebut Tuntutan Belum Terjawab Keseluruhan

BACA JUGA:Tanggapi Tuntutan 17+8, DPR Janji Tingkatkan Transparansi dan Partisipasi Publik

APAKAH MASUK AKAL?

Mari kita cermati! Ternyata banyak yang masuk akal. Misalnya, reformasi hukum: jelas. Pemberantasan mafia: semua orang setuju. Revisi kebijakan pemilu: rakyat sudah menjerit sejak April lalu. Bahkan, di grup WhatsApp keluarga, yang biasanya hanya isi resep sayur asem, ramai juga soal KPU.

Namun, kalau pertanyaannya adalah ”apakah bisa dijalankan?” Nah, di sinilah kita mulai gamang. Mengapa? Karena semua ini butuh satu hal: political will.

Politik di negeri ini sering seperti pagar bambu. Dari luar tampak kokoh. Namun, begitu disentuh, ternyata rapuh. Semua bisa dimiringkan, diarahkan. Pun, kita tahu, hasil pemilu kemarin –meski sah secara hukum– di mata sebagian rakyat terasa rapuh juga. Seperti kursi plastik murah di hajatan. Kalau diduduki terlalu lama, bisa patah kapan saja.

Kategori :