HARIAN DISWAY - Kasus keracunan akibat program Makan Bergizi Gratis (MBG) kembali merebak di sejumlah daerah.
Dalam sebulan terakhir, ratusan pelajar dari berbagai tingkatan sekolah dilaporkan mengalami gejala keracunan setelah menyantap makanan dari program tersebut.
Anggota Komisi IX DPR RI, Edy Wuryanto, menilai peristiwa ini menunjukkan lemahnya kontrol mutu dan pengawasan.
“Pertama-tama saya menyampaikan keprihatinan atas kejadian ini. Fakta adanya penerima manfaat MBG yang menunjukkan gejala keracunan menunjukkan lemahnya kontrol mutu,” kata Edy.
BACA JUGA:194 Siswa di Garut Keracunan Usai Konsumsi Makanan Program MBG
Peristiwa terbaru terjadi di Kabupaten Garut, Jawa Barat, pada Rabu, 17 September 2025.
Sebanyak 194 pelajar dari SD hingga SMA mengalami gejala keracunan. Dari jumlah tersebut, 177 siswa mengalami gejala ringan, sementara 19 lainnya harus mendapatkan perawatan intensif di Puskesmas Kadungora.
Sebelumnya, kejadian serupa terjadi di berbagai daerah lain. Di Bandar Lampung, ratusan siswa SDN 2 Sukabumi dan SMPN 31 Campang Raya keracunan pada akhir Agustus 2025, dengan tiga siswa dirawat intensif di Rumah Sakit Urip Sumoharjo.
Di Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan, sebanyak 80 siswa SDN 5 dan SMPN 1 Pedamaran juga mengalami keracunan pada 3 September 2025.
Kasus juga menimpa 105 siswa SD di Klaten, Jawa Tengah, pada 10 September 2025 akibat dapur SPPG memasak makanan setengah matang. Sehari setelahnya, 110 siswa SMAN 2 Wonogiri mengalami mual, muntah, hingga diare.
Di Situbondo, Jawa Timur, 230 siswa SMAN 1 Panji dilaporkan diare setelah mengonsumsi makanan MBG.
Kasus terbesar tercatat di Lebong, Bengkulu, pada 27–28 Agustus 2025 dengan 446 siswa keracunan. Investigasi polisi menemukan dapur MBG masih dalam kondisi terbuka sehingga rawan kontaminasi.
Edy Wuryanto menyampaikan keprihatinannya dan menegaskan bahwa akar persoalan tidak lepas dari peran Badan Gizi Nasional (BGN) yang lebih fokus mengejar kuantitas dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) ketimbang kualitasnya.
Ia menyoroti anggaran Rp71 triliun yang baru terserap 18,6 persen, sehingga pembangunan dapur terkesan dikebut demi serapan.