HARIAN DISWAY- Belakangan istilah bed rotting ramai dibicarakan, terutama di kalangan Gen Z di media sosial. Fenomena ini merujuk pada kebiasaan menghabiskan waktu seharian di tempat tidur.
Ngapain aja? Ya jelas rebahan, scrolling media sosial, menonton film, atau bahkan tidur lagi.
Bagi sebagian orang, aktivitas ini dianggap bentuk self-care, sementara yang lain menilainya sebagai tanda kemalasan.
BACA JUGA:Bed Rotting: Tren Rebahan Seharian, Bermanfaat atau Berbahaya?
Sisi Positif Bed Rotting Sebagai SelfCare
Pendukung bed rotting memiliki argumen bahwa tubuh dan pikiran butuh istirahat total, bukan hanya tidur. Rebahan seharian bisa jadi momen healing, melepaskan stres, dan mengisi ulang energi mental.
Di era serba cepat dengan tekanan produktivitas tinggi, kegiatan seperti ini dianggap wajar, bahkan perlu.
Sisi Negatif Bed Rotting yang Bisa Keblabasan
Namun, tidak sedikit yang menilai bed rotting bisa berbahaya jika dilakukan terlalu sering. Kebiasaan berlama-lama di kasur berisiko membuat tubuh terasa lesu, pola tidur berantakan, hingga menurunkan motivasi untuk beraktivitas.
Pada akhirnya, kegiatan yang dimaksudkan untuk self-care bisa bergeser menjadi pola hidup yang tidak sehat.
BACA JUGA:Self-Care sebagai Upaya Mencegah Risiko Bunuh Diri
BACA JUGA:Malas Gerak, Awas Terjebak di Lingkaran Freeze Mode!
Kenapa Bisa Populer di Kalangan Anak Muda?
BED ROTTING jadi populer berkat media sosial yang mengangkatnya sebagai gaya hidup healing baru-freepik-
Fenomena bed rotting cepat digemari anak muda karena dianggap cara paling gampang buat istirahat setelah capek kuliah, kerja, atau aktivitas sehari-hari. Rebahan seharian bikin mereka merasa punya waktu buat diri sendiri tanpa harus mikirin hal lain.