Kritik Industri Umrah sebagai Jalan Perbaikan

Sabtu 04-10-2025,08:33 WIB
Oleh: Ulul Albab*

Apakah Rp40 triliun itu semua lari ke luar negeri? Tidak juga. Memang benar bahwa sebagian besar (60–70 persen) adalah biaya penerbangan dan akomodasi di Arab Saudi. Namun, sisanya kan tetap beredar di dalam negeri.

BACA JUGA:The Other Side of Umrah (1): Bersikap Ikhlas Ternyata Tidak Mudah

BACA JUGA:The Other Side of Umrah (2): Berdoa di Tanah Suci untuk Kolega

Seragam jamaah dipesan dari penjahit lokal. Koper dan perlengkapan dari Tanggulangin. Percetakan dokumen, katering untuk manasik, transportasi ke bandara, hingga asuransi, semua mayoritas melibatkan usaha kecil. 

Satu penelitian internal AMPHURI memperkirakan, setiap 100 jamaah umrah bisa memicu belanja domestik Rp500 juta. Jadi, kalau jamaah setahun 1,2 juta, bisa dihitung sendiri berapa besar potensi yang mengalir ke UMKM.

MENGAPA KONTRIBUSINYA TERLIHAT KECIL?

Lalu, kenapa kritik ”kontribusi kecil” itu tetap kuat? Menurut analisis saya, setidaknya ada tiga alasan utama. 

Pertama, struktur biaya industri umrah memang berat ke impor. Pesawat dan hotel di Arab Saudi mengambil porsi terbesar. Tidak heran, efek bergandanya di dalam negeri tampak tipis.

BACA JUGA:The Other Side of Umrah (3): Toleransi di Masjid Nabawi

BACA JUGA:The Other Side of Umrah (4): Harus Ekstra Sabar Antre Lift

Kedua, integrasi dengan UMKM masih lemah. Banyak biro yang lebih suka memakai pemasok besar daripada menggandeng pengusaha kecil. Padahal, kalau koperasi, penjahit rumahan, dan katering lokal diajak terlibat, efeknya jauh lebih terasa.

Ketiga, belum ada riset resmi yang mengukur dampak umrah terhadap ekonomi nasional. Tanpa data konkret, kritik akan selalu lebih kencang daripada apresiasi. Karena itu, janganlah terlalu kencang mengkritik sebelum sama-sama melakukan riset dan konfirmasi serta triangulasi secara mendalam.

KRITIK TIDAK UNTUK DIHINDARI

Kami semua pelaku industri umrah menyadari bahwa justru kritik itu perlu didengar. Kami tidak buru-buru menolak. Industri umrah memang masih punya pekerjaan rumah besar, yaitu, tata kelola. 

BACA JUGA:The Other Side of Umrah (5): Didampingi Mutawif Muda yang Cerdas

BACA JUGA:The Other Side of Umrah (6): Serasa Umrah di Indonesia

Kategori :