BACA JUGA:Siswa ITCC Raih Beasiswa ke Tiongkok (6): Siap Taklukkan Dunia Siber
“Ada lebih dari 60 jenis rice paper di Tiongkok. Mulai yang tipis hingga yang tebal untuk window shade,” kata Tao Hong.
Yang ditunggu pun tiba. Tao Hong mengajak peserta mencoba langsung. Dia mengajarkan cara memegang kuas dengan benar. Harus tegak. Pusat gerakan ada pada jari dan pergelangan tangan. Teknik sederhana, tapi ternyata penuh disiplin.
’’Dulu, kami harus memegang kuas dengan menggenggam telur rebus. Kalau telur itu tidak jatuh sampai kami selesai melukis, kami boleh makan telur itu sebagai hadiah. Kalau telur itu jatuh, kami harus mengulang esok harinya,” kenangnya sambil tersenyum.
Metode itu, yang diwariskan turun-temurun, bukan sekadar latihan tangan. Yang lebih penting adalah kesabaran, konsentrasi, dan kesadaran penuh saat menulis.
PARA JURNALIS ASIA-PASIFIK mencelupkan kuas ke tinta sebelum berlatih melukis kaligrafi.-Doan Widhiandono-
Kami, para jurnalis, lantas diajak menyiapkan kanvas. Kertas putih dilipat menjadi 16 kotak. Di tiap kotak, peserta mengikuti arahan Tao Hong untuk menulis karakter.
Yang pertama adalah dari nǚ (女, perempuan) dan nán (男, laki-laki). Kami menggambar evolusinya sejak aksara oracle hingga bentuk modern. ’’Jadi, kalau tahu karakter ini, Anda tidak lagi kesasar di toilet,’’ guraunya.
Bagian paling menantang datang ketika menulis karakter shòu (寿, panjang umur). Dari penjelasan Tao Hong, terlihat betapa kompleks makna yang terkandung di dalamnya.
Karakter itu punya banyak unsur di dalamnya. Mulai hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan sesamanya, mulut yang tersenyum, tubuh yang harus terus bekerja, hingga akhirnya membutuhkan tongkat dan bantuan.
BACA JUGA:4 Pesan di Balik Pamer Senjata Tiongkok dalam Parade Militer
’’Jadi, longevity (umur panjang, Red) itu tidak mudah,’’ ucapnya.
Bisa dibilang, kaligrafi shòu bukan sekadar garis dan lengkung. Ia seperti cerita hidup manusia: dari lahir, bekerja, berbahagia, hingga menua dan membutuhkan dukungan orang lain.
Bagi para peserta, pertemuan itu bukan sekadar kelas. Ia menjadi jendela untuk melihat betapa kaligrafi Tiongkok adalah perpaduan antara sejarah, filosofi, dan seni yang hidup. Di setiap goresan kuas, tersimpan cerita ribuan tahun peradaban.