Harian Disway di China International Press Communication Center (CIPCC) (42): Susahnya Menggapai Umur Panjang

Sabtu 04-10-2025,13:47 WIB
Reporter : Doan Widhiandono
Editor : Noor Arief Prasetyo

Selasa, 30 September 2025, peserta program China International Press Communication Center (CIPCC) dikenalkan pada salah satu budaya Tiongkok. Yakni, seni kaligrafi. Bukan sekadar belajar melukis, tetapi juga mendalami filosofi di baliknya.

RUANG pertemuan di Jianguomen Diplomatic Residence Compound, Chaoyang, Beijing, itu sudah siap saat kami tiba pukul 14.00. Meja sudah dilapisi plastik. Plus selembar kain alas dengan beberapa cipratan tinta.

Di hadapan kami, berdiri perempuan berambut pendek: Laoshi (guru, Red) Tao Hong.

Dia bukan sembarang pengajar. Tao Hong lahir dari keluarga dengan latar seni yang kuat. Salah seorang leluhurnya adalah Yu Shinan, salah satu dari empat kaligrafer besar Dinasti Tang (618–907).

BACA JUGA:Harian Disway di China International Press Communication Center (CIPCC) (41): Guilin, Kota Beraroma Guihua

BACA JUGA:Dari Peluncuran Buku Kisah-Kisah Menyentuh Shanghai Cooperation Organization (2): Kembali Ceria karena Mata Terbuka

“Saya adalah generasi ke-39 yang menjadi seniman kaligrafi,” ujarnya.

Sejak kecil, Tao Hong memang hidup dalam lingkungan yang sarat budaya. Kakeknya seorang pecinta seni tradisi, ibunya pemain Opera Peking yang mendirikan kelompok seni sendiri. Paman dari pihak ibu, Yu Qilong, adalah kaligrafer sekaligus diplomat. Dari merekalah, Tao Hong kecil mendapat pelajaran tidak hanya seni lukis dan kaligrafi. Media China Today pernah menulis bahwa Tao Hong juga menguasai bahasa Inggris dan Prancis.

Pengalaman lintas bahasa dan seni itu menjadikannya semacam ’’duta’’ budaya Tiongkok. Maka, ketika dia berbicara tentang kaligrafi, bukan hanya teknik yang muncul. Tetapi juga unsur sejarah dan filosofi di baliknya.

“Sejak muncul karakter simplified pada 1950-an, seluruh warga Tiongkok mulai bisa membaca dan menulis. Literasi meningkat pesat. Dulu, bahkan banyak orang tidak bisa menuliskan namanya sendiri,” katanya.


HASSIL LATIHAN kaligrafi dibawa oleh Harian Disway saat foto bersama Laoshi Tao Hong seusai sesi latihan.-Dokumen Pribadi-

Ya, sejarah panjang aksara Tiongkok memang tidak lepas dari bentuknya yang rumit. Dari oracle bone script yang terukir pada tulang dan tempurung kura-kura, berkembang ke prasasti perunggu, kemudian ke aksara seal script Dinasti Qin.

Aksara terus berevolusi hingga ke bentuk regular script yang kini menjadi dasar penulisan modern. Versi penyederhanaan—yang muncul abad ke-20—menjadi jalan literasi yang sedemikian cepat.

Tao Hong menjelaskan tentang empat benda penting dalam dunia kaligrafi Tiongkok: kuas, tinta, batu tinta, dan kertas.

Kuas (毛笔, máobǐ) awalnya terbuat dari kayu atau bambu, kini memakai bulu binatang. Tinta (墨, mò) dibuat dengan bahan khusus sehingga tetap hitam dan berkilau meski puluhan tahun. Batu tinta (砚, yàn) diambil dari batu di kawasan sumber air agar jenuh oleh cairan, sehingga tidak menyerap tinta. Kertas (纸, zhǐ): disebut juga rice paper, meski bahan dasarnya dari batang padi.

Kategori :