Upaya bersama Kemenag dengan KemenPPPA, kata Menag, dilakukan pada tiga ranah, yaitu:
- Mempromosikan hak-hak anak, termasuk hak terlindungi dari kekerasan
- Mencegah kekerasan pada anak, dan ini misalnya dilakukan dengan memperbaiki pola pengasuhan, menciptakan hubungan saling menghormati, dan menegakkan nilai dan norma yang mendukung tumbuh kembang anak
- Mengatasi atau merespon anak yang mengalami kekerasan baik fisik, psikis, maupun seksual di lingkungan manapun.
“Ini komitmen kami. Langkah-langkah strategis sudah dirumuskan dalam peta jalan pengembangan pesantren ramah anak. Insya Allah langkah kita semakin efektif dan strategis,” tegas Menag.
“Tentunya kita juga gandeng semua pihak yang concern dalam pengembangan pesantren ramah anak, baik para ulama perempuan, para gus dan ning di pesantren, aktivis perempuan dan anak, dan pihak lainnya,” sambung Menag.
BACA JUGA:Menghakimi Pesantren, Adilkah Kita?
Strategi Pencegahan
Dirjen Pendidikan Islam Amien Suyitno menambahkan, selain membentuk Satgas dan menguatkan regulasi sesuai arahan Menag Nasaruddin Umar, sejumlah langkah praktis pencegahan kekerasan di lembaga pendidikan juga sudah dilakukan Kementerian Agama.
Pertama dengan melakukan piloting pendampingan. Kemenag telah menerbitkan, Surat Keputusan Dirjen Pendidikan Islam Nomor 1541 Tahun 2025 tentang Pilot Pendampingan Program Pesantren Ramah Anak. “Pada tahap awal, kita telah menentukan 512 pesantren yang menjadi piloting Pesantren Ramah Anak,” sebut Suyitno.
ILUSTRASI Mewujudkan Pesantren Ramah Anak.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Kedua, Digitalisasi Sistem Pelaporan. Saat ini, pelaporan tindak kekerasan di pesantren, sudah dapat dilakukan melalui Telepontren. Ini merupakan layanan chat dan call center inovatif berbasis platform Whatsapp (NomorResmi: 0822-2666-1854).
BACA JUGA:Mewujudkan Pesantren Ramah Anak
“Kami juga meminta kepada pesantren untuk membuat sistem pelaporan online yang aman dan anonim yang terhubung langsung ke Kemenag/KPAI/KOMNAS Perempuan. Pesantren dapat juga menggunakan aplikasi yang user-friendly untuk para santri,” papar Suyitno.
Staf Khusus Menag bidang Kebijakan Publik, Media, dan Pengembangan SDM Ismail Cawidu menambahkan, Kemenag juga menggelar Lomba Karya Tulis Ilmiah (LKTI) Pesantren Ramah Anak untuk meningkatkan pemahaman dan menumbuhkan kesadaran di kalangan pesantren. Kemenag juga melakukan pembinaan Pesantren Ramah Anak melalui Sosialisasi Masa Taaruf Santri (Mata Santri).
“Hasil risat PPIM tentang Penelitian Pesantren Ramah Anak kepada 512 Pesantren juga kita diseminasikan ke pesantren agar mereka lebih peduli,” sebut Ismail Cawidu.
“Kemenag juga menjalin kerja sama dengan Lakpesdam PBNU dalam Pelatihan Penanganan Kekerasan Seksual di 17 Pesantren yang mewakili Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Sulawesi Utara, NTB, Jakarta,” sambungnya.
Gayung bersambut, Ismail Cawidu menyebut sudah ada respons positif dari kalangan pesantren terkait upaya pencegahan kekerasan anak. Ini tidak terlepas dari proses sosialiasi yang terus dilakukan secara simultan.
“Saya melihat pihak pesantren benar-benar serius dalam masalah ini. Mereka juga sangat terbuka, berdiskusi dengan para aktivis perempuan, ormas keagaman, LSM, dan kampus yang juga sangat peduli dengan masalah ini dan terus memberikan support,” papar Ismail Cawidu.(*)