Revitalisasi Sekolah untuk Pendidikan Menumbuhkan

Jumat 31-10-2025,05:33 WIB
Oleh: Nazihah*

BACA JUGA:Jalan Berliku Mewujudkan Tujuan Pendidikan

Di sekolah yang hangat dan aman, anak merasa dihargai bukan hanya karena nilainya, melainkan karena usahanya, ide-idenya, dan cara uniknya memandang dunia. Dalam suasana seperti itu, mereka berani bertanya, berani salah, dan berani memperbaiki diri. 

Maka, revitalisasi yang sejati bukan hanya tentang memperindah tembok sekolah atau memperbarui fasilitas, tetapi tentang memperbarui jiwa dari proses belajar itu sendiri: cara guru berinteraksi dengan murid, cara murid saling mendukung, dan cara sekolah membangun budaya yang menghargai pertumbuhan, bukan sekadar pencapaian. 

Itulah inti pendidikan yang menumbuhkan: sekolah yang tidak hanya mengajar, tetapi juga memerdekakan hati dan pikiran anak-anaknya.

BACA JUGA:Hardiknas: Saat Pendidikan Menjadi Panggung Kemunafikan

BACA JUGA:Tantangan Etika dan Identitas dalam Pendidikan

SEKOLAH SEBAGAI PENGGERAK REVITALISASI YANG BERMAKNA

Salah satu kekuatan dari Inpres Nomor 7 Tahun 2025 adalah pelaksanaan Program Revitalisasi Satuan Pendidikan dikelola langsung oleh sekolah-sekolah terkait. Pendekatan itu memberikan ruang bagi sekolah untuk menyesuaikan program revitalisasi dengan karakter daerah, potensi masyarakat, dan kebutuhan peserta didiknya. 

Sekolah di daerah pesisir mungkin akan memilih untuk mengembangkan pendidikan berbasis lingkungan laut, sedangkan sekolah di wilayah agraris bisa memperkuat pembelajaran yang berakar pada ekosistem pertanian. 

Pendekatan itu membuat pembangunan menjadi lebih hidup karena tumbuh dari konteks yang nyata, bukan sekadar meniru model yang seragam. Seperti yang disampaikan Abdul Mu’ti, ”mekanisme ini diharapkan mendorong efisiensi, transparansi, serta meningkatkan pemberdayaan lokal melalui serapan tenaga kerja dan penggunaan bahan bangunan lokal.”

Kemendikdasmen memberikan keleluasaan kepada sekolah untuk mengelola secara mandiri pelaksanaan program itu. Ketika program pembangunan dan revitalisasi dikelola langsung oleh sekolah, setiap satuan pendidikan memiliki keleluasaan untuk menyesuaikan arah dan prioritasnya dengan kebutuhan nyata warga sekolah, khususnya para peserta didik. 

Pendekatan tersebut penting karena kebutuhan belajar anak di tiap jenjang dan konteks sangat beragam. Sekolah menengah atas (SMA), misalnya, mungkin lebih membutuhkan ruang diskusi terbuka, laboratorium riset sederhana, atau fasilitas literasi yang menumbuhkan kemampuan berpikir kritis dan reflektif. 

Sementara itu, sekolah menengah kejuruan (SMK) memerlukan penguatan fasilitas praktik, bengkel kerja, dan sarana kolaborasi dengan dunia industri agar pembelajaran lebih relevan dengan dunia kerja.

Dengan kewenangan yang lebih dekat ke tingkat sekolah, pembangunan tidak lagi seragam, tetapi berakar pada realitas dan potensi lokal. Pendekatan itu tidak hanya membuat hasil pembangunan lebih efisien, tetapi juga lebih bermakna karena benar-benar menjawab kebutuhan anak-anak yang belajar di dalamnya. 

Hal itu disampaikan langsung oleh Kepala SMKN 4 Pekanbaru sebagai salah satu sekolah yang melaksanakan revitalisasi paling awal, ”revitalisasi ini tidak hanya membangun ruang, tetapi juga memperkuat pembelajaran praktik. Siswa kami dilatih sesuai kebutuhan industri sehingga lebih mudah terserap setelah lulus.”

Selain itu, guru memegang peran sentral dalam memastikan bahwa revitalisasi benar-benar bermakna. Sebab, sejatinya, semegah apa pun bangunan sekolah tidak akan hidup tanpa kehadiran guru yang menghadirkan makna di dalamnya. 

Kategori :