Guru yang terampil, sejahtera, dan bahagia tidak hanya mengajar dengan kata-kata, tetapi juga dengan ketulusan dan semangat yang menular. Itulah sebabnya, revitalisasi fisik dan peningkatan kapasitas guru harus berjalan beriringan.
Membangun ruang kelas yang indah tanpa memberdayakan guru sama halnya seperti menyiapkan panggung tanpa pemain. Guru perlu diberi ruang untuk terus belajar, berefleksi, dan berinovasi agar pembelajaran di kelas benar-benar hidup.
Sebaik apa pun fasilitas yang dibangun, tidak akan berarti banyak tanpa guru yang mampu menumbuhkan semangat belajar di dalamnya.
Ketika guru diperlakukan dengan penghargaan yang layak dan dukungan yang berkelanjutan, setiap sentuhan pembelajaran yang ia hadirkan akan menjadi bagian dari proses pembangunan bangsa yang sesungguhnya.
Tentu, revitalisasi sekolah tidak boleh berhenti pada peluncuran program atau peresmian bangunan. Perlu mekanisme pemantauan yang berkelanjutan, bukan hanya terhadap hasil fisik, melainkan juga terhadap kualitas pengalaman belajar yang dialami siswa.
Apakah anak merasa lebih nyaman di sekolah? Apakah mereka lebih terlibat dan bersemangat dalam belajar? Apakah hubungan antara guru dan siswa menjadi lebih dekat dan hangat?
Pertanyaan-pertanyaan semacam itu penting untuk memastikan bahwa revitalisasi benar-benar menghadirkan perubahan yang berarti bagi kehidupan anak-anak.
Program pembangunan dan revitalisasi satuan pendidikan yang diluncurkan pemerintah adalah kesempatan besar untuk membangun kembali harapan tentang sekolah yang memanusiakan.
Jika dijalankan dengan komitmen dan pendampingan yang tepat, program tersebut dapat melahirkan sekolah yang tidak hanya megah dari luar, tetapi juga hidup dari dalam, tempat anak-anak merasa dihargai, belajar dengan gembira, dan tumbuh menjadi manusia yang utuh. (*)
*) Nazihah adalah alumnus master jurusan religious education, Marmara University, Turkiye, dan ketua PCINU Turkiye. 2022–2024.--