JAKARTA, HARIAN DISWAY - Senin, 3 November 2025 lalu, KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Riau. Salah satu pihak yang ditangkap adalah Gubernur Riau, Abdul Wahid.
KPK menyebut Gubernur Riau Abdul Wahid meminta 'jatah preman' sebesar Rp7 miliar dari kenaikan anggaran Dinas PUPR-PKPP untuk pembangunan jalan dan jembatan.
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menjelaskan bahwa korupsi tersebut bermula pada Mei 2025 ketika Sekretaris Dinas PUPR-PKPP Riau, Ferry Yunanda bertemu dengan 6 Kepala UPT Wilayah I-VI Riau.
BACA JUGA:Hari Ini, KPK Umumkan Status Gubernur Riau
Dalam pertemuan dalam sebuah kafe, Ferry dan para Kepala UPT membahas kesanggupan pemberian fee untuk disetorkan kepada Abdul Wahid. "Fee tersebut atas penambahan anggaran 2025 yang dialokasikan pada UPT Jalan dan Jembatan Wilayah I-VI Dinas PUPR PKPP," ujarnya dalam konferensi pers, Rabu, 5 November 2025.
Tanak mengatakan kenaikan anggaran untuk program tersebut mencapai 147 persen dari yang semula hanya Rp71,6 miliar menjadi Rp177,4 miliar.
Usai pertemuan tersebut, Ferry kemudian bertemu Kepala Dinas PUPR-PKPP Riau, M Arief Setiawan untuk menyampaikan pemberian fee sebesar 2,5 persen dari nilai proyek. Namun, Arief yang merupakan representasi dari Abdul Wahid meminta jatah tersebut dinaikkan menjadi 5 persen atau sebesar Rp7 miliar.
BACA JUGA:Gubernur Riau Abdul Wahid ditangkap KPK
"MAS (Arief) yang merepresentasikan AW (Abdul) meminta fee sebesar 5 persen (Rp7 miliar)," jelasnya.
Abdul Wahid melalui Arief juga mengancam akan mencopot atau memutasi para pejabat Dinas PUPR-PKPP yang tidak menuruti perintah tersebut.
"Di kalangan Dinas PUPR-PKPP Riau, permintaan ini dikenal dengan istilah 'jatah preman'," tuturnya.
BACA JUGA:Tim SIRI Kejagung Amankan DPO Nursahir Perkara Korupsi di Riau
Kemudian, Sekretaris Dinas bersama seluruh Kepala UPT Wilayah Dinas PUPR-PKPP kembali melakukan pertemuan dan menyepakati besaran fee untuk Gubernur sebesar 5 persen atau Rp7 miliar.
Hasil pertemuan tersebut kemudian dilaporkan kepada Kepala Dinas PUPR PKPP Riau dengan menggunakan bahasa kode "7 batang'," jelasnya.
Kini Abdul Wahid ditetapkan sebagai tersangka dugaan kasus korupsi terkait jatah fee penambahan anggaran unit kerja di Dinas PUPR-PKPP.