HEBOH para gubernur dan bupati/wali kota soal dana menganggur pemda di perbankan sudah reda. Banyak kepala daerah yang mengklarifikasi. Mereka ingin menunjukkan bahwa pemda sudah mengelola anggaran dengan baik. Dana di bank hanya cadangan yang tinggal menunggu penyerapan.
Gubernur Jabar Dedi Mulyadi, misalnya. Ia langsung mengecek dana Pemprov Jabar di bank yang tidak sebesar Rp4,17 triliun seperti disebut Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa. Cuma Rp2,6 triliun. Itu pun dana yang disiapkan untuk pembayaran kepada pihak ketiga.
Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa pun menyebut dana pemprov di bank cukup besar karena belum bisa digunakan. Dana silpa tahun 2024 yang penggunaannya menunggu selesainya audit BPK. Dana baru bisa dianggarkan untuk digunakan dalam perubahan APBD.
BACA JUGA:Anggaran Berbasis Kinerja di Undang-Undang Kesehatan
BACA JUGA:Pemda Lambat Serap Anggaran
Terlepas dari berbagai alasan kepala daerah, sentilan menkeu itu cukup ampuh. Paling tidak, kepala daerah akan serius menggunakan APBD secepatnya yang akan mendorong perekonomian di daerah.
Beberapa waktu lalu Menkeu Purbaya memang menyebut dana pemda mengendap di perbakan hingga Rp234 triliun. Per September, DKI Jakarta tercatat menyimpan dana endapan paling banyak di bank, yaitu Rp14,68 triliun.
Berikutnya adalah Jawa Timur Rp6,84 triliun, Kota Banjarbaru Rp5,17 triliun, Kalimantan UtaraRp 4,7 triliun, Jawa BaratRp 4,17 triliun, dan Sumatera Utara Rp3,1 triliun.
BACA JUGA:Inefisiensi Anggaran Kemiskinan
BACA JUGA:Inersia Anggaran Fiskal di Tengah Disparitas Dana Pusat-Daerah
Sebenarnya, banyaknya simpanan dana pemda di perbankan seperti itu adalah hal biasa. Selalu terjadi setiap tahun. Banyak anggaran terserap di akhir tahun sehingga tidak segera membawa dampak ekonomi bagi daerah.
Ada banyak penyebab mengapa itu selalu terjadi. Bisa faktor struktural dan teknis. Salah satunya, keterlambatan pemerintah pusat dalam menerbitkan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis berbagai program daerah. Perda APBD biasanya disahkan Desember dan idealnya Januari realisasi sudah berjalan.
Namun, kenyataannya, petunjuk teknis baru keluar April atau Mei. Akibatnya, proses lelang atau pengadaan barang dan jasa baru bisa dimulai sekitar Juni. Oktober, banyak proyek belum selesai sehingga vendor dan rekanan pemda baru menagihnya di akhir tahun.
BACA JUGA:Ironi Politik Anggaran TNI-AL
BACA JUGA:Regulasi Baru Jaminan Kehilangan Pekerjaan, Dampak Efisiensi Anggaran?