Koalisi Masyarakat Sipil Tolak Gelar Pahlawan untuk Soeharto, Ini Alasannya!

Kamis 06-11-2025,11:07 WIB
Reporter : Shanita Septias Anaway*
Editor : Mohamad Nur Khotib

JAKARTA, HARIAN DISWAY - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan buka suara terkait penolakan wacana pemberian gelar pahlawan nasional kepada Presiden ke-2 Republik Indonesia Soeharto. 

Penolakan keras itu didasari pada penilaian bahwa usulan pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto tidak memiliki landasan moral maupun historis yang dapat dipertanggungjawabkan. 

Mereka menegaskan, langkah tersebut berpotensi “menghilangkan jejak” pelanggaran berat HAM, praktik korupsi, serta penyalahgunaan kekuasaan yang terjadi selama masa pemerintahan Orde Baru.

Wira Dika Orizha selaku perwakilan koalisi berpendapat, pemberian gelar pahlawan bukan hanya tidak tepat, tetapi juga dapat menjadi bentuk legitimasi negara terhadap kejahatan politik dan tindakan represif yang terjadi selama lebih dari 3 dekade rezim Soeharto berdiri.

BACA JUGA:Prabowo Telaah 40 Nama yang Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional, Termasuk Soeharto

BACA JUGA:Soeharto sang Pahlawan

“Ini kan statement yang bagi saya adalah bagian logical fallacy. Ada kesesatan berpikir. Di mana logikanya gelar pahlawan diberikan kepada mantan presiden itu merupakan suatu kewajaran,” ujar Wira Dika Orizha dalam pernyataannya di Jakarta, Rabu, 5 November 2025 yang dikutip dari disway.id.

Pernyataan oleh Wira tersebut merespons komentar Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi yang sebelumnya mengatakan gelar pahlawan untuk seorang mantan presiden merupakan hal yang wajar.

“Apakah nanti juga Presiden Jokowi layak diberikan gelar pahlawan? Ini kan bisa diperdebatkan. Tidak semua mantan presiden memenuhi kriteria moral dan historis untuk disebut pahlawan,” lanjutnya.

Jabatan presiden, menurut Wira, tidak dapat dianggap berjasa besar bagi bangsa dalam arti kepahlawanan. Ia mengingatkan, penilaian terhadap figur sejarah harus berdasarkan pada rekam jejak yang jelas, bukan sekadar posisi politik selama menjabat. 

BACA JUGA:Refleksi Kejatuhan Soeharto (21 Mei 1998–21 Mei 2025): Pelajaran Politik dari Soeharto

BACA JUGA:Soeharto Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional, Ini Tanggapan Ketum PP Muhammadiyah

Wira juga menyoroti alasan “rekonsiliasi nasional” yang disebut sebagai dasar pemberian gelar tersebut. Ia menilai argumen itu keliru dan justru dapat menyesatkan pemahaman publik mengenai tata cara penyelesaian pelanggaran HAM.

“Ini bagian dari upaya penyesatan publik. Apa logikanya seorang mantan presiden yang jelas-jelas melakukan berbagai aktivitas pelanggaran HAM berat di masa lalu kemudian diberikan gelar pahlawan nasional sebagai upaya rekonsiliasi nasional? Itu bukan sesuatu yang linear,” terangnya dalam pernyataan.

Rekonsiliasi, menurut koalisi, seharusnya diarahkan pada upaya mengungkapkan kebenaran sejarah yang masih belum terkuak, memberikan ruang keadilan bagi para korban dan penyintas, serta mendorong negara untuk memenuhi tanggung jawabnya dalam menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat.

Kategori :