Dasar, Bangsa Gila Gelar!

Dasar, Bangsa Gila Gelar!

ILUSTRASI Dasar, Bangsa Gila Gelar!-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

MENGENYERITKAN dahi dan mengusap dada menjadi tingkah yang rutin saya lakukan semenjak membaca atau sekadar melihat media sosial. Terkhusus saat melihat konten-konten politik yang baunya pesing itu. 

Semua ingin beramai-ramai membicarakan politik, yang itu justru wajar untuk dilakukan. Terlebih momen konyol-konyol politikus bisa menjadi bahan lawakan tongkrongan, sumber cuan, atau ya jadi pelampiasan atas capeknya menjalani kehidupan. 

PEJABAT CERMIN (CEMBUNG) RAKYATNYA

Masih ingat pelajaran cermin cembung? Ya, cermin yang menghasilkan bayangan maya, tegak, diperkecil. Singkatnya, cermin itu seolah bisa memperkecil bayangan benda di depannya dan memperluas apa yang bisa dipandang. 

BACA JUGA:Amnesty International dan AKSI Tolak Gelar Pahlawan Soeharto dan Sarwo Edhi Wibowo

BACA JUGA:Tutut Soeharto Tanggapi Pro-Kontra Gelar Pahlawan Nasional untuk Ayahnya

Namun, tulisan ini tak akan menjelaskan pelajaran IPA itu. Istilah cermin cembung saya pinjam sebagai potret dari kondisi pejabat kita saat ini. Sebab, mau bagaimanapun tingkah konyolnya, ia dididik dari realita sosial masyarakat kita. 

Cermin cembung masyarakat menghasilkan bayangan yang diperkecil dalam wujud bernama pejabat. Respons pejabat melalui tingkah konyolnya sering kali berdasar apa yang disukai masyarakat kebanyakan. 

Tak ayal, gebrakan populis yang sarat emosional kerap jadi pilihan banyak pejabat kita. 

BACA JUGA:Soeharto Resmi Sandang Gelar Pahlawan Nasional, Diakui Atas Perannya di BKR Yogyakarta

BACA JUGA:Presiden Prabowo Anugerahi Gelar Pahlawan Nasional kepada 10 Tokoh pada Peringatan Hari Pahlawan 2025

Mengkritik tingkah laku pejabat sama halnya mengkritik halus tingkah laku kebanyakan masyarakat. Selain karena lingkungan masyarakat yang mendidik tingkah semacam itu, masyarakat kita juga senang sekali saat pejabat bertingkah laku yang konyol. 

Saya jadi teringat dengan pidato kebudayaan Mochtar Lubis. Dalam pidatonya, Mochtar Lubis dengan tegas menyampaikan rangkuman sifat manusia Indonesia. 

Jangan kira beliau ini psikolog atau dokter jiwa yang rutin menanyai satu-satu manusia Indonesia. Beliau adalah seorang jurnalis dan sastrawan era 60-an yang memang sudah terbiasa memotret fragmen realitas zaman. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: