Psikologi forensik, dengan empati dan ilmu yang dimilikinya, mengingatkan kita bahwa setiap perkara hukum adalah kisah manusia. Setiap pelaku memiliki latar, setiap korban menyimpan luka, dan setiap keputusan hukum menyangkut martabat kehidupan.
Di titik itulah hukum dan psikologi bertemu: untuk menghadirkan keadilan yang memulihkan, bukan menghancurkan.
MENATAP MASA DEPAN PROFESI
Delapan belas tahun kiprah Apsifor adalah kisah tentang konsistensi dan tanggung jawab. Dari ruang pengadilan hingga bangku kuliah, dari lembaga peradilan hingga lembaga rehabilitasi, psikolog forensik terus membangun ruang dialog antara ilmu dan moralitas.
Namun, tantangan ke depan tidak sederhana. Kejahatan siber, online grooming, cyberbullying, hingga kejahatan berbasis data pribadi menuntut kemampuan baru. Sistem hukum berbasis digital memerlukan ahli yang memahami perilaku manusia di dunia maya.
Kolaborasi lintas profesi menjadi mutlak: psikolog, penegak hukum, akademisi, dan pembuat kebijakan harus bekerja bersama memastikan hukum tetap berakar pada nilai kemanusiaan.
Apsifor ke depan perlu memperkuat riset berbasis bukti, memperluas layanan asesmen di lembaga hukum, serta mengawal kebijakan agar tetap berpihak kepada martabat manusia.
Sebab, pada akhirnya, keberhasilan sistem hukum tidak hanya diukur dari berapa banyak kasus diselesaikan, tetapi seberapa jauh keadilan dirasakan oleh semua pihak.
KEADILAN YANG BERWAJAH MANUSIA
Keadilan sejati tumbuh dari empati dan kepercayaan. Hukum yang memanusiakan akan membangun legitimasi sosial, sedangkan hukum yang kering dari nurani hanya menambah luka.
Psikologi forensik memiliki peran penting menjaga keseimbangan itu agar hukum tidak kehilangan wajah manusianya.
Dalam usia yang ke-18 ini, Apsifor tidak hanya merayakan perjalanan, tetapi juga meneguhkan panggilan: menghadirkan psikologi yang berpihak kepada kebenaran dan kemanusiaan.
Di tengah perubahan hukum dan sosial yang cepat, psikologi forensik akan terus menjadi penjaga nalar dan nurani bangsa menyatukan ilmu, keadilan, dan kemanusiaan dalam satu napas Indonesia yang beradab. (*)
*) Abdul Azis adalah pengurus Pusat Asosiasi Psikologi Forensik (Apsifor) dan dosen psikologi Unnes dan mahasiswa S-3 Unair.