Tradisi suku Yi masih terasa kental dalam sekolah di tingkat yang lebih tinggi. Kemampuan Akademik tetap diracik dengan aktivitas yang mengedepankan kecintaan pada budaya.
SIANG itu, 24 Oktober 2025, di aula kayu Luojishan Railway Troops Hope School, suara anak-anak perempuan terdengar mengalun merdu. Ya, itulah kelompok paduan suara Niu-Niu yang menjadi kebanggaan Kabupaten Puge. Mereka sedang berlatih. Agar terus bisa membanggakan sekolah tersebut. Juga warga kawasan tersebut.
Sekolah itu berdiri sejak 1959, awalnya bernama Luojishan Town Central School. Kini menempati lahan seluas 5,3 hektare. Jumlah siswanya 1.843 orang. Mereka dididik oleh 95 guru. Sebagian besar siswa berasal dari keluarga suku Yi yang tinggal di desa-desa sekitar.
Filosofi sekolah itu sederhana: “Mendidik satu siswa berarti mengangkat satu keluarga dan menguntungkan seluruh komunitas.” Prinsip itu diterjemahkan dalam manajemen harian yang menekankan moralitas, hukum, dan kualitas. “Belajar rajin, maju setiap hari,” bunyi motonya.
Tapi, bukan hanya kualitas akademik yang ditonjolkan. Aneka bakat dan keterampilan pun dipupuk. Termasuk sepak bola.
Siang itu, kami ikut bermain sepak bola di lapangan berumput sintetis yang berstandar internasional. Sepakbola mini. Satu tim terdiri atas tujuh orang. Yakni, empat jurnalis peserta China International Press Communication Center (CIPCC) dan tiga siswa.
Tawa pecah di antara tendangan bola dan teriakan semangat dalam bahasa Yi. Terutama karena memang tidak semua jurnalis bisa bermain sepakbola dengan terampil. Ada juga yang hanya berlarian. Ada yang tiba-tiba masuk lapangan dan melakukan live streaming. Sambil main bola…!
Menurut Prof. He Keyong, pendidikan di wilayah etnis minoritas harus memenuhi dua fungsi: memperkuat integrasi nasional dan menjaga keragaman budaya. “Di daerah etnis, pengajaran bilingual dan kurikulum lokal sangat penting. Bahasa ibu tidak dihapus, tetapi dijaga sebagai sarana berpikir,” ujarnya.
KOMPLEKS SMA LUOSHIJAN, Kabupaten Puge, yang terletak di kawasan perbukitan.-Doan Widhiandono-
Kebijakan itu kini diterapkan di lebih dari 16.000 sekolah di seluruh Tiongkok, dengan 6 juta siswa belajar dalam dua bahasa. Di Luojishan Hope School, pelajaran budaya Yi menjadi bagian wajib: nyanyian tradisional, tarian rakyat, dan kisah leluhur diajarkan sejajar dengan matematika dan bahasa Mandarin.
Dengan kebijakan itu, sekolah menengah atas di Puge County memadukan rasionalitas modern dan akar tradisi
Misalnya dalam pelajaran yang kami saksikan di ruang kelas Luojishan Senior High School of Puge County. Mereka sedang mengadakan debat. Tentang kisah manusia dan harimau. Itulah debat tentang moralitas dan nilai-nilai hidup. Dalam bahasa Inggris. Di jantung kawasan suku Yi.
Sekolah itu luas. Dua puluh hektare dengan 86 kelas, 4.394 siswa, dan 342 guru. Dan 52 di antaranya berjabatan akademik tinggi. Sekolah itu adalah simbol keseriusan negara dalam membangun pendidikan menengah berkualitas di wilayah minoritas.