BOJONEGORO, HARIAN DISWAY - Hamparan sawah yang luas terlihat di Desa Klampok, Kecamatan Kapas, Kabupaten Bojonegoro. Pemandangan dengan tanaman padi yang menghijau sangat menyegarkan mata. Udara yang segar pun membersihkan paru-paru dari polusi perkotaan.
Itu kondisi sekarang. Dulu tidak seperti itu. Dari luas desa yang 51 hektare, lebih dari setengahnya adalah lahan pertanian. Kendati lahan pertanian, hasil panennya tidak pernah bisa diharapkan. Dulu, mereka sangat mengandalkan pupuk kimia untuk menyuburkan tanaman padi mereka. Sayangnya, hasil panen mereka justru menunjukkan grafik penurunan.
Keuntungan para petani pun mengalami hal yang sama karena harga pupuk yang tidak bisa dipastikan, cenderung terus meningkat. Pupuk bersubsidi juga saat itu belum mudah didapatkan. Kuotanya lebih sering kekurangan.
Sampai akhirnya sekitar 9 tahun lalu. Hadir inovasi untuk menekan penggunaan pupuk kimia. Sekaligus mengembalikan unsur hara tanah secara alami. Pada tahun 2016, Lamsir datang ke desa itu membawa pesan perubahan.
BACA JUGA:Rembuk Hari Tani Nasional DPC PDIP Tulungagung: Pertanian Organik Memberi Nilai Tambah
BACA JUGA:Popok pun Berubah jadi Pot dan Pupuk Organik Demi Masa Depan Bumi
Lamsir memang petani. Dia punya sebidang sawah di desa itu. Akan tetapi, Lamsir bukan petani biasa. Dia saat itu adalah anggota TNI-AD dan bertugas sebagai babinsa di desa tersebut.
“Dulu memahamkan ke mereka (para petani) tentang keunggulan pupuk organik adalah hal sulit. Mereka kadung percaya dengan pupuk kimia yang selama itu mereka gunakan,” kata Lamsir yang saat awal bertugas berpangkat sersan satu.
Warga semakin bergidik saat mereka melihat Lamsir mengolah pupuk organik. Lelaki kelahiran Bojonegoro, 20 November 1972 itu mengumpulkan kotoran hewan, sisa makanan rumah tangga, sayur, serta buah yang sudah busuk.
“Banyak yang kebayang aroma busuknya. Terbayang bagaimana jijiknya. Tapi saya tidak putus asa. Bagi saya, selain menjalankan tugas kesatuan, saya juga ingin memberikan manfaat lebih,” tandas suami dari Amin Nopitawati.
LAMSIR di depan tempat pengolahan pupuk organik yang berada du dekat areal persawahan.-Dokumen Pribadi-
Lamsir tidak langsung mengajak para petani menggunakan pupuk organiknya. “Kebetulan saya punya sawah dan itu lah yang menjadi kelinci percobaan pupuk organik saya. Saya yakin, mereka akan melihat hasil sawah saya sebelum mereka memutuskan menggunakan pupuk organik,” kata ayah dua anak itu.
Menurutnya, tanah yang subur dan sehat adalah tanah dengan PH tujuh. “Kita punya alat pengukur PH sendiri. Sekarang, hasil panen padi saya sudah 6,8 ton. Kalau petani lain ada yang 6,5 ton hasil panennya. Saya hampir 100 persen menggunakan pupuk organik,” ungkapnya.
Diakuinya, mengembalikan kesuburan tanah tidak bisa instan. Hal tersebut terjadi karena penggunaan pupuk kimia berkepanjangan yang berdampak meninggalkan residu di tanah.
“Jelas butuh ketelatenan. Alhamdulillah sekarang sudah banyak yang menggunakan pupuk organik. Tidak hanya menggunakan, mereka kini sudah ikut serta membuat pupuk dari limbah rumah tangga,” papar Lamsir yang pada 1 Desember 2025 nanti akan memasuki masa purna tugas.