Sebab, bagaimanapun, sains akan tumbuh bila masyarakat merasa memilikinya dan bangsa akan kuat bila warganya ikut mencerap alam semesta dengan rasa ingin tahu yang lebih dari biasanya.
Indonesia pun sejatinya kaya akan komunitas ilmiah. Namun, sebagaimana dikemukakan Elinor Ostrom (1990) tentang collective action, kolaborasi tidak tumbuh dari instruksi, tetapi dari rasa memiliki bersama terhadap tujuan yang jelas dan aturan yang setara.
Karena itu, peran BRIN seharusnya bukan sekadar regulator, melainkan juga fasilitator yang menyediakan infrastruktur data, validasi metodologis, dan akses terbuka terhadap fasilitas riset.
Trust dan shared ownership itulah yang harus dibangun BRIN untuk mengembangkan kedaulatan pengetahuan dan menjadikan riset bukan sekadar proyek institusional dari segelintir periset saja, melainkan benar-benar menjadi sebuah gerakan kolektif bangsa yang lebih berdampak nyata sebagaimana harapan Astacita. Semoga! (*)
*) D. Yudha Risdianto adalah periset di Pusat Riset Antariksa, BRIN.
*) Muchammad Toyib adalah astronom amatir Surabaya Astronomy Club.