“Tanpa restorasi, beberapa bagian menara dan tembok runtuh. Rumput liar tumbuh di mana-mana. Menciptakan pemandangan megah yang berpadu dengan kehancuran dan usia. Saya sangat tersentuh oleh keindahan reruntuhan itu,” kenangnya.
Ia menilai Tembok Besar menyimpan paradoks yang memikat: tangguh sekaligus rapuh. “Ia bertahan selama ribuan tahun. Tetapi dapat rusak hanya oleh sambaran petir. Tembok Besar adalah hasil dari pertarungan panjang melawan alam. Perpaduan kerentanan dan ketangguhan itu membuatnya begitu menarik,” ujarnya.
BACA JUGA:Emas, Perunggu, dan Misteri Kuno Sanxingdui, Jejak Peradaban Besar dari Tanah Shu
Menangkap Jejak Waktu Lewat Lensa
Kurator Liu Zheng menjelaskan, judul pameran “The Eternal Great Wall” bukan menggambarkan tembok yang tidak berubah. Melainkan struktur yang terus berevolusi dan tetap hidup.
“Lensa Yang membawa kita menjelajahi jejak waktu: dinding tanah padat yang tererosi dengan retakan menyerupai guratan telapak bumi. Juga rerumputan dan pepohonan yang tumbuh dari celah batu," kata Liu.
"Itulah babak baru kisah kehidupan. Ada juga menara pengawas yang berselimut salju tampak seolah dipeluk lembut oleh alam,” tambah Liu.
Selain lanskap, Yang juga menyorot kisah manusia yang terkubur di balik batu-batu tua itu. Salah satu seri paling menyentuh adalah foto batu bata bertuliskan nama dari Tembok Besar di Zunhua, Hebei. Menjadi saksi bisu keberanian para pejuang.
BACA JUGA:Yimakan, Seni Lisan Bangkit Kembali dari Timur Laut Tiongkok
BACA JUGA:Penampilan Kuartet Juilliard di Tianjin Jadi Simbol Pertukaran Harmonis Budaya Tiongkok-AS
Pada masa Perang Perlawanan Rakyat Tiongkok melawan Agresi Jepang (1931–45), pertempuran sengit terjadi di Zunhua dekat Kompleks Makam Qing Timur, yang juga termasuk Situs Warisan Dunia UNESCO.
Usai pertempuran, warga desa mengumpulkan batu bata yang berserakan dari Tembok Besar. Digunakan untuk membuat tugu peringatan bagi tentara Tiongkok yang gugur.
Mereka mengukir nama, usia, asal daerah, hingga tanggal wafat di batu bata tersebut. Lebih dari 20 di antaranya masih berdiri hingga kini.
Ketika mendengar kisah ini pada 2020, Yang mengunjungi lokasi dan memotret satu per satu batu bata tersebut.
BACA JUGA:Menara Matahari Yantai Raih Penghargaan Arsitektur Dunia Bergengsi 2025
BACA JUGA:Kilauan Emas Kuno: Pameran Baru Ungkap Sejarah Panjang Seni Emas Tiongkok