Gus Dur dan Romo Mangun Diangkat sebagai Pahlawan Kemanusiaan Era Modern

Sabtu 22-11-2025,17:29 WIB
Reporter : Noor Arief Prasetyo
Editor : Noor Arief Prasetyo

SURABAYA, HARIAN DISWAY  — Peringatan Hari Pahlawan di Gereja Katolik Santo Yakobus Surabaya tahun ini mengambil warna berbeda. Tidak hanya mengenang keberanian fisik para pejuang 10 November 1945, acara bertajuk Dialog Kebangsaan: Pahlawan Kemanusiaan di Era Modern – Relevansi Pemikiran Gus Dur dan Romo Mangun mengajak umat lintas iman merefleksikan makna kepahlawanan dalam dunia modern yang serba digital.

Dialog yang digelar Jumat malam, 21 November 2025 itu menghadirkan dua narasumber dari dua tradisi keagamaan berbeda: K.H. Dr. (HC) Syahrul Nuril (Gus Syahrul), pengasuh Pondok Pesantren Sunan Drajat Lamongan, dan Rm. Prof. Dr. C.B. Mulyatno (Romo Mulyatno), Ketua Yayasan Dinamika Edukasi Dasar Mangunan, Yogyakarta. Acara dimoderatori dosen Fakultas Filsafat UKWMS Untara Simon.

Dalam pemaparannya, Gus Syahrul menegaskan bahwa Hari Pahlawan tidak dapat dilepaskan dari Resolusi Jihad 22 Oktober 1945. “Di hari santri itu, para santri tidak hanya diajar untuk beriman kuat tapi juga mencintai tanah air,” ujarnya. 

Ia menambahkan bahwa tradisi itu pula yang membentuk karakter Gus Dur—dengan sembilan nilai dasar mulai dari kemanusiaan hingga kearifan tradisi—yang membimbingnya hidup sederhana dan teguh. “Hingga kini ungkapannya masih terkenal: ‘Gitu aja kok repot’,” kata Gus Syahrul.

BACA JUGA:Soeharto dan Gus Dur Masuk Usulan 10 Pahlawan Nasional

BACA JUGA:Haul Gus Dur Ke-15: Budaya Moderasi

Sementara itu, Romo Mulyatno mengulas spirit kemanusiaan Romo Mangun yang memilih hidup bersama kaum miskin. “Ciri kepahlawanan Romo Mangun tampak dalam kemauannya untuk mewakafkan diri untuk rakyat dan manusia,” tegasnya. 

Romo Mulyatno juga mengingatkan pesan gurunya: “Kalau orang tidak bisa menghargai manusia yang kelihatan, ia tidak mungkin mampu menghormati Tuhan yang tidak kelihatan.”

Romo Mangun, lanjutnya, mewujudkan kepahlawanan melalui pembelaan masyarakat akar rumput seperti warga Kedung Ombo, komunitas tepi Sungai Code, serta melalui pendidikan di Sekolah Mangunan yang menekankan bina manusia, bina lingkungan, dan bina ekonomi.


Prof. Dr. C. B. Mulyatno Pr. dalam acara Dialog Kebangsaan di Balai Paroki Gereja St. Yakobus, Citraland Surabaya, Jumat 21 November 2025.-Tirtha Nirwana Sidik-

Kedua narasumber sepakat bahwa persaudaraan Gus Dur dan Romo Mangun—meski berasal dari tradisi berbeda—merupakan teladan lintas iman bagi Indonesia. Mereka juga menyoroti tantangan generasi muda yang hidup dalam derasnya teknologi. “Literasi untuk orang muda itu sangat penting disampaikan dengan kisah-kisah konkret para pahlawan, bukan hanya karya-karya besarnya saja,” ujar Gus Syahrul.

Romo Mulyatno menambahkan, “Literasi untuk orang muda perlu mampu menyentuh hati mereka. Sebab, kalau hatinya tergetar, orang muda akan mau belajar.”

Menurut keduanya, Gus Dur dan Romo Mangun tak pernah mengejar gelar pahlawan. Kepahlawanan, kata mereka, bukan soal dihormati banyak orang, tetapi soal keberanian menjadi sahabat bagi kaum miskin serta menemani mereka dalam suka dan duka.

Acara dialog semakin semarak dengan penampilan ludruk Cak Kartolo dan tim, serta aksi melukis langsung oleh seniman Oces Sumantri. Kegiatan ditutup dengan simpul peneguhan oleh Ketua Komisi PHUBB Keuskupan Surabaya, Romo Agus Sulistyo. (*)

 

Kategori :