HARIAN DISWAY - Anggota Komisi IX DPR RI, Edy Wuryanto, memberikan sejumlah catatan penting terkait rencana pemerintah mengubah sistem rujukan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) menjadi berbasis kompetensi pada 2026.
Meski mendukung upaya Kementerian Kesehatan untuk mempersingkat alur rujukan pasien, Edy menegaskan bahwa keberhasilan transformasi sistem rujukan tidak dapat dilepaskan dari kesiapan fasilitas layanan kesehatan di seluruh Indonesia.
Menurutnya, pelayanan kesehatan di Indonesia hingga kini masih menghadapi ketimpangan yang signifikan antar daerah.
BACA JUGA:5 Rumah Sakit Wisata Medis Terbaik di Asia, dari Singapura hingga Rumah Sakit Jinshazhou TiongkokRumah sakit tipe C dan D, yang menjadi garda terdepan dalam menerima rujukan dari Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP), umumnya masih kekurangan alat kesehatan serta tenaga medis dengan kompetensi memadai.
Jika masalah fundamental ini tidak diselesaikan, sistem rujukan berbasis kompetensi justru berpotensi menumpuk pasien di rumah sakit besar.
“Jangan hanya mengubah alur. Perbaiki alat kesehatan dan kualitas tenaga kesehatan di rumah sakit yang selama ini di tipe C dan D,” tegas Politisi PDI Perjuangan tersebut.
BACA JUGA:Muktamar PPP X Ricuh, Sejumlah Kader Luka-Luka hingga Dilarikan ke Rumah Sakit
Ia mengingatkan bahwa sejumlah rumah sakit tipe A selama ini menjadi tumpuan sehingga terjadi antrean panjang pasien yang dirujuk dari berbagai wilayah.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin membongkar mayoritas pengguna klaim BPJS Kesehatan yang mayoritas digunakan pengidap Hipertensi-Disway.id/Hasyim Ashari-
Edy menekankan bahwa penyediaan layanan kesehatan yang layak merupakan mandat konstitusi. Karena itu, pemerintah tidak boleh lepas tangan dalam mempersiapkan fasilitas kesehatan daerah.
Ia mendorong adanya dukungan konkret berupa pinjaman lunak berbunga rendah atau insentif pajak bagi rumah sakit untuk pembelian alat kesehatan dan peningkatan kapasitas tenaga medis.
BACA JUGA:Prabowo Target Bangun 500 Rumah Sakit dalam 4 Tahun
Kebijakan semacam ini, menurutnya, dapat menghadirkan pemerataan layanan sekaligus memperkuat kesiapan rumah sakit menyambut perubahan sistem rujukan.
Di tingkat layanan primer, Edy menilai persoalan yang tidak kalah mendasar adalah minimnya informasi yang dimiliki FKTP terkait kondisi rumah sakit tujuan.
Banyak puskesmas, katanya, tidak mengetahui kuota layanan rawat jalan, jadwal praktik dokter spesialis, hingga ketersediaan IGD dan ICU di rumah sakit yang dituju.