MULANYA hanya untuk menandai lahirnya sebuah perhimpunan. Tapi, akhirnya menjadi inisiatif untuk membangun ekosistem baru dalam memberikan cahaya bagi penderita kebutaan akibat kornea mata.
Itulah yang terjadi pada Surabaya Eye Bank Forum (SEBF) 2025. Sebuah forum yang digelar Sabtu, 22 November 2025, di Vasa Hotel Surabaya. Diselenggarakan P4MU (Perhimpunan Perawatan Penderita Penyakit Mata Undaan).
P4MU merupakan metamorfosis Soerabaiache Oogheelkundige Kliniek. Yang didirikan para relawan dokter mata dari Belanda tahun 1915. Yang diteruskan para dokter mata asli Indonesia setelah merdeka. Tetap eksis sampai sekarang dengan RS Mata Undaan.
BACA JUGA:Surabaya Eye Bank Forum 2025: Perluas Kesadaran Donor Kornea Mata lewat Kolaborasi Berbagai Sektor
BACA JUGA:6 Cara Merawat Lensa Kontak agar Tetap Bersih dan Terhindar dari Infeksi Mata
Spirit relawan itu ternyata tak pernah lekang. Di usianya yang ke-105 tahun, lima tahun lalu, P4MU mendirikan Cornea Donation Center (CDC) RSMU. Bagian dari upaya meneruskan spirit kemanusiaan para pendirinya. Banyak orang dibuat bisa kembali melihat melalui transplantasi kornea. Dari para donor mata.
Setelah lima tahun berkiprah, apa lagi yang bisa dilakukan saat P4MU berusia 110 tahun sekarang? Ada keinginan menyinergikan bank mata yang ada di seluruh Indonesia. Yang kini berjumlah 18 bank mata. Dengan dukungan Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Pratikno.
Gagasan itu bergayung sambut. Tak hanya mendapat dukungan dari seluruh bank mata yang ada. Tapi, juga para suhu dokter mata seperti Ketua Perdami Pusat Prof dr Budu dan Ketum Bank Mata Indonesia Prof Tjahjono D. Gondhowiardjo. Juga, Menkes (2014-2019) Prof Nila Moeloek. Menkes Budi Gunawan Sadikin mengirim direkturnya.
ARIF AFANDI (tiga dari kanan) menyerahkan cenderamata kepada Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Pratikno dalam acara Surabaya Eye Bank Forum di Vasa Hotel Surabaya, Sabtu, 22 November 2025.-Arif Afandi untuk Harian Disway-
Persoalan kebutaan akibat kornea mata tak bisa diselesaikan sendiri-sendiri. Di tengah ketimpangan antara kebutuhan dan pasokan. Berdasarkan data resmi, kebutuhan donor kornea di Indonesia mencapai 5.000–7.000 kasus per tahun. Sementara itu, ketersediaan kornea yang bisa didonasikan hanya sekitar 500 unit.
Bayangkan ketimpangan itu. Seribu orang antre untuk sebuah pintu sempit yang cuma bisa dilalui segelintir orang. Di balik angka tersebut, ada manusia-manusia yang menunggu cahaya. Ada keluarga yang berharap dan ada masa depan yang bisa berubah hanya karena sebuah jaringan kecil bernama kornea.
"Harus segera ada semacam gugus tugas untuk mengatasi prevalensi kebutaan akibat kerusakan kornea," ujar Pratikno. Baginya, masalah itu tak bisa dipandang sebatas persoalan medis. "Ini bukan sekadar urusan mata. Tapi, dampak sosial-ekonominya juga tinggi.”
Seseorang yang kehilangan penglihatannya bukan hanya kehilangan kemampuan melihat. Namun, sering kali juga kehilangan pekerjaan, produktivitas, dan kesempatan menjalani kehidupan normal. Karena itu, prevalensi kebutaan akibat kornea tersebut perlu segera diatasi bersama.
Deputi Menko PMK Bidang Kesehatan Prof Sukadiono menambahkan pentingnya membangun ekosistem baru. Ekosistem yang mencakup tiga aktor utama: pemerintah, bank mata, dan asosiasi yang akan mewakili mereka. Pemerintah bisa memberikan dukungan regulasi, pendanaan, dan kebijakan. Asosiasi diperlukan sebagai mitra dialognya.
Bayangkan ini sebagai sebuah keluarga besar. Selama ini, ada 18 adik (bank mata) yang tumbuh di berbagai daerah. Ada yang tinggal di rumah sakit besar, ada yang berdiri sendiri, ada yang masih baru belajar berjalan, dan ada pula yang sudah cukup matang. Masing-masing punya karakter, kekuatan, dan tantangannya sendiri.