Transformasi Balai Pemuda, dari De Simpangsche Societeit hingga Alun-Alun Kota Surabaya

Transformasi Balai Pemuda, dari De Simpangsche Societeit hingga Alun-Alun Kota Surabaya

Wajah Balai Pemuda dari pantulan kolam air mancur.-Fathan Zamani-Fathan Zamani

Dulu tempat elit kolonial, kini jadi ruang publik yang hidup: Balai Pemuda bangkit sebagai Alun-Alun Kota Surabaya tanpa kehilangan jejak sejarahnya. Di sana, arsitektur kolonial bertemu edukasi digital, seni, dan wisata.

Balai Pemuda adalah salah satu gedung bersejarah peninggalan kolonial Belanda yang masih berdiri di jantung Kota Surabaya.

Meski kerap dikunjungi, masih banyak warga yang belum menyadari bahwa bangunan tersebut, kini berstatus sebagai Alun-Alun Kota Surabaya, merupakan bagian dari warisan arsitektur kolonial yang dilindungi.

Sebelum diresmikan sebagai Alun-Alun Kota Surabaya pada 17 Agustus 2020, kompleks Balai Pemuda dikenal dengan nama De Simpangsche Societeit.

Didirikan pada 1907, tempat itu awalnya menjadi pusat hiburan eksklusif bagi warga Eropa di Surabaya untuk  berkumpul, menikmati musik, dansa, dan melepas penat di malam hari.

Namun, seperti banyak institusi kolonial lainnya, De Simpangsche Societeit juga mencerminkan segregasi sosial.

BACA JUGA:Dinamika Ruang Seni Balai Pemuda

BACA JUGA:Teater Gapus Ramaikan Malam Sastra Festival Seni Balai Pemuda dengan Puisi F Aziz Manna dan Indra Tjahjadi

Bangunan di selatan Kalimas tersebut kerap digunakan sebagai ruang pertemuan kalangan Belanda yang menganut paham rasialis, membatasi akses bagi pribumi.

Setelah kemerdekaan, bangunan ini sempat dikuasai kembali oleh pemerintah Indonesia dan berganti fungsi menjadi Balai Pemuda, sebuah pusat kegiatan sosial, budaya, dan seni bagi generasi muda Surabaya.

Pada 17 Agustus 2020, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini meresmikannya sebagai Alun-Alun Kota Surabaya, bukan dalam arti taman terbuka, melainkan sebagai ruang publik utama yang merepresentasikan identitas kota.

Keputusan itu lahir dari semangat revitalisasi: menghidupkan kembali bangunan bersejarah agar tetap relevan bagi masyarakat masa kini.

Meski sudah direnovasi, Balai Pemuda tetap mempertahankan ciri khas arsitektur kolonialnya. Dinding tebal, langit-langit tinggi, dan jendela-jendela besar, dipadukan dengan sentuhan pencahayaan modern.

Salah satu daya tarik utamanya adalah galeri sejarah di lantai bawah tanah, yang menyimpan foto, dokumen, dan artefak penting tentang perjalanan Kota Surabaya.

Setiap pameran dilengkapi kode QR yang dapat dipindai pengunjung untuk mengakses informasi secara digital, solusi edukatif yang ramah generasi muda.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: