Ya, itulah suasana ’’rekreasi’’ ke Istana Potala hari itu. Suasana magis itu terasa sangat hidup karena kami memang menjalani tur virtual. Dengan kacamata khusus.
BACA JUGA:Festival Hanyi di Tiongkok, Tradisi Hangat untuk Mengenang Leluhur
Tur tersebut diadakan di gedung Beijing Tourism Group. Tepatnya pada sebuah aula yang luasnya kira-kira tiga kali lapangan basket.
Ada beberapa petunjuk yang kami terima sebelum tur. Yang gampang pusing, takut ketinggian, tekanan darah tinggi, atau jantungan dilarang ikut.
Di dalam tur, kami juga harus memperhatikan apa yang terjadi ’’di dalam’’ kacamata virtual reality (VR). Kalau kami melihat garis-garis merah serupa jala membentang, itu berarti dinding. Jangan ditabrak.
Kalau kami melihat bayangan orang yang mirip cahaya, itu berarti orang asli. Jangan ditabrak juga. Bayangan itu muncul kalau ada orang—rekan tur—yang berdiri dekat dengan kita.
DINDING PUTIH Istana Potala dibersihkan oleh pekerja. Tahun ini, istana tersebut tutup tiap Senin untuk pemeliharaan.-Doan Widhiandono-
Kami pun masih bisa melihat tangan dan kaki kami. Yang bentuknya jadi mirip asap bersahaja.
Memang, dalam tur itu, kami benar-benar berjalan di aula itu. Tidak duduk seperti di bioskop 5D pada wahana wisata. Karena itu, kalau tidak terbiasa, orang bisa pusing. Sebab, dalam kondisi berdiri, kita bisa tiba-tiba terbang. Atau saat melangkah, tiba-tiba di depan seperti ada jurang menganga.
Yang terlihat di dalam VR pun sangat nyata. Seperti bisa disentuh. Termasuk pemandu virtual itu. ’’Hayo, ingin pegang tangannya ya. Saya tahu, loh,’’ kata Sharon, asisten dari CIPCC, yang kebetulan satu ’’kloter’’ dengan saya. Saya pun menarik kembali tangan saya dari bahu pemandu virtual yang cakep itu.
Tur virtual tersebut berlangsung sekitar 40 menit. Dan itulah Location-Based Entertainment (LBE) VR, bentuk pariwisata baru yang kini tumbuh cepat di berbagai kota Tiongkok.
Jika lima tahun lalu VR hanya soal game atau demo teknologi, pada 2025 konsepnya berubah menjadi “wisata alternatif.” Yakni, sebuah pengalaman ruang yang dibangun secara presisi melalui sensor, proyeksi, dan komputer di VR yang memungkinkan gerakan bebas tanpa kabel.
BACA JUGA:Polisi Sita 439 Bal Pakaian Bekas Ilegal Diduga Asal Korsel, Jepang, dan Tiongkok
BACA JUGA:Fotografer Abadikan Ketangguhan dan Kisah Tersembunyi di Balik Tembok Besar Tiongkok
Bagi wisatawan seperti saya, LBE VR adalah jembatan: pertemuan antara rasa ingin tahu dan keterbatasan fisik. Sebab, memang tidak setiap saat kita bisa wira-wiri dari Beijing ke Tibet.