Harian Disway di China International Press Communication Center (CIPCC) (96): Kunjungi Tibet dari Beijing

Kamis 27-11-2025,14:54 WIB
Reporter : Doan Widhiandono
Editor : Noor Arief Prasetyo

Salah satu ’’impian’’ sejumlah peserta China International Press Communication Center (CIPCC) adalah mengunjungi Tibet. Dan cita-cita itu kesampaian pada 13 November 2025. Kami mengunjungi Tibet. Dari Beijing.

ERJALANAN ke Tibet itu memang terasa magis. Yang kami tuju adalah Istana Potala, salah satu warisan budaya dunia yang diakui UNESCO.

Betapa tidak magis. Kami dijemput oleh seorang pemandu berpakaian Tiongkok kuno. Perempuan. Ayu.

Dia mempersilakan kami menaiki biduk kayu. Sesaat kemudian, biduk itu terbang tinggi. Suara embusan angin terdengar semilir di kuping.

Biduk tersebut seperti melayang di awan-awan. Mendatangi puncak pegunungan bersalju. Atau gurun pasir berwarna kecokelatan.

BACA JUGA:Harian Disway di China International Press Communication Center (CIPCC) (95): Urban Farming Kota Internasional

BACA JUGA:Siswa ITCC Raih Beasiswa ke Tiongkok (6): Siap Taklukkan Dunia Siber

Sesaat kemudian, sampailah biduk yang kami tumpangi ke Istana Potala yang letak aslinya ada di Tibet.

Ya, Istana Potala memang selalu lekat dengan aura mistis. Bangunan megah itu dibangun pada abad ke-7 sebagai istana musim dingin para Dalai Lama. Kompleks tersebut terdiri atas White Palace untuk kegiatan administratif dan Red Palace sebagai pusat kegiatan religius.

Selama berabad-abad, Potala yang terletak pada ketinggian 3.600 meter di atas permukaan laut itu adalah lambang supremasi spiritual dan politik Buddhisme Tibet. 

Dari kejauhan, bangunan itu tampak seperti kapal raksasa bertingkat, berlabuh di tubuh gunung merah, mengepakkan warna putih-krem yang memantulkan cahaya matahari Himalaya.


BERKACAMATA VTR, para jurnalis peserta CIPCC menjelajahi Istana Potala secara virtual. Parisisata VR makin laris di Tiongkok.-Doan Widhiandono-

Suasana di dalam Istana Potala juga masih terasa magis. Selain ada pemandu, kami juga harus berjalan mengikuti serbuk keemasan yang beterbangan. Seperti ditaburkan para peri.

Kami berjalan melewati mural raksasa yang mustahil disentuh. Atau menatap patung-patung Buddha berukuran superbesar. Itu juga mustahil disentuh.

Serbuk keemasan yang berpendar itu sesekali mengantar kami pada sebuah portal cahaya. Yang tiba-tiba membawa kami ke lapangan tempat makhluk mitologis Kilin menari seperti pada kesenian barongsai. Atau melemparkan kami ke puncak gunung bersalju dengan jembatan batu yang baru muncul saat kami melangkah. Juga ke padang penuh bunga keemasan yang pecah ketika tersentuh.

Kategori :