Tiongkok, lewat perusahaan seperti itulah, membangun pengaruh. Bukan melalui pidato atau deklarasi forum internasional. Melainkan lewat infrastruktur. Dan bagi negara yang sedang membangun, itu tawaran yang nyata dan sulit ditolak.
DATA-DATA POWERCHINA terpampang pada layar LED di kantor Powerchina, Beijing.-Doan Widhiandono-
Dalam kunjungan ke PowerChina, Selasa, 18 November 2025, kami melihat betapa green energy menjadi salah satu fokus mereka. Ada beberapa maket proyek: panel surya membentang seperti padang baru, turbin angin berdiri seperti jarum jam raksasa yang menandai babak energi berikutnya.
Semuanya berbicara tentang arah baru Tiongkok.
Negeri itu tahu bahwa masa depan global tidak bisa lagi ditentukan lewat batu bara atau PLTU konvensional.
Kontrak solar mereka mencapai 279,9 miliar yuan pada 2023. Melompat hampir 45 persen dalam satu tahun. Itu sinyal bahwa perusahaan itu sedang mengubah arah. Dari raksasa hidro dan pembangkit konvensional menjadi kampiun energi bersih berskala global.
Di Asia Tenggara, strateginya makin terlihat. Indonesia misalnya, menjadi salah satu panggung penting. Setidaknya, dalam buku panduan yang diterima para jurnalis China International Press Communication Center (CIPCC) hari itu, ada dua proyek raksasa di Indonesia yang disebut. Yakni, pembangunan jalur kereta cepat Jakarta-Bandung (Whoosh) dan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) Jatigede yang disebut-sebut sebagai yang terbesar di Indonesia.
BACA JUGA:Tiga Ibu Kota Kuno di Jalur Sungai Kuning: Menyusuri Jejak Peradaban Tiongkok dari Shang hingga Song